Dongeng Anak Cerita Rakyat Danau Toba Legenda Nusantara Indonesia Tentang Pentingnya Menepati Janji
Dongeng anak pendek dari dongeng rakyat atau cerita rakyat yang sangat mendidik untuk moral anak.Pada post kali ini Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara adalah cerita rakyat dongeng anak danau toba dari sumatera utara yaitu mempunyai pesan moral wacana pentingnya menepati janji.
Dongeng anak dongeng dongeng rakyat asal usul danau toba legenda nusantara wacana menepati janji
Di sebuah desa di wilayah Sumatera Utara, hidup seorang petani muda berjulukan Huda yang rajin bekerja.Walaupun lahan pertaniannya tidak luas, Ia selalu bersemangat untuk mencukupi kebutuhannya dari hasil pertaniannya. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi Ia merasa belum menemukan perempuan impiannya.
Di suatu pagi hari yang cerah, Huda tersebut memutuskan untuk melepaskan penat sesudah kemarin bekerja seharian di Iahannya. Pemuda itu sangat suka memancing lantaran hal tersebut sanggup membuatnya damai sambil bersitirahat.
“Aah, mudah-mudahan hari ini saya mendapat ikan yang besar gumam Huda dalam hati sambil menyiapkan alat-alat pancingnya. Ia kemudian pergi ke sungai, duduk di tepian dan mulai melemparkan kailnya.
Setelah menunggu beberapa lama, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Huda segera menariknya dan bersorak kegirangan dikala mengetahui ikan yang dipancingnya berukuran besar. Namun cowok itu sedikit heran, sekaligus takjub, ketika memperhatikan sisik ikan tersebut. Sisik ikan itu begitu indah, berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya lingkaran berkilau memancarkan kilatan yang menakjubkan.
“ini ikan terindah yang pernah saya lihat.” Ujarnya Huda kagum. “Hmmm, bagaimana saya akan memakannya ya?”
“Tunggu, jangan makan aku!” tiba-tiba sang ikan berteriak. Tentu saja Huda terkejut bukan kepalang. Ikan ini tak hanya indah, tapi juga sanggup bicara.
“Hai, siapa kah engkau? Apakah kau ikan ajaib?”tanya Huda
“Aku seorang puteri ikan. Jangan makan aku, maka saya bersedia menjadi istrimu.”LaIu ikan tersebut menjatuhkan dirinya ketanah, dan berubah wujud menjadi seorang gadis yang bagus jelita.
Huda menggosok-gosokkan mata tak percaya “Apakah saya sedang bermimpi?”
“Tidak, kau tak sedang bermimpi.”Jawab puteri ikan. “Namaku puteri Intan. Kalau kau tak memakanku, saya akan menjadi istrimu.”
Huda yang merasa sangat senang itupun mengangguk. Ia tak menyangka akan mendapat istri secantik puteri Intan. Sebelum menikah, puteri Intan meminta satu syarat pada Huda.
“Kau harus bersumpah tidak akan pernah menceritakan asal-usulku pada siapa pun. Jika sumpah itu kau Ianggar, maka akan terjadi musibah dahsyat.’’
Huda menyetujui seruan itu dan bersumpah di hadapan puteri Intan. Ia pun kembali ke rumah dan mengadakan pesta ijab kabul yang dihadiri orang-orang di desa. Penduduk desa yang takjub melihat kecantikan istri Huda sangat ingin tau dan menanyakan asal usulnya. Tentu saja Huda tak sanggup menceritakan. Orang-orang pun sedikit curiga, namun tak sanggup memaksa.
Huda dan puteri Intan hidup senang dan tenteram sebagai suami istri.Huda semakin ulet bekerja untuk mencari nafkah, mengolah sawah Iadangnya dengan tekun dan ulet. Mereka pun hidup sejahtera tanpa kekurangan.
Tak usang kemudian, kebahagiaan mereka bertambah dengan Iahirnya Seorang bayi laki-laki. Mereka memberinya nama Samosir. Anak itu kemudian tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi selalu merasa lapar. Ia makan Iebih dari tiga kali sehari dan porsinya melebihi orang dewasa. Kadang-kadang, kuliner yang disediakan ibunya untuk mereka bertiga dihabiskannya sendiri. Kadang-kadang hal tersebut menciptakan ayahnya jengkel.Puteri Intan dengan sabar mengingatkan Huda untuk tidak memarahi anaknya, apalagi mengucapkan kata-kata kasar.
“Bagaimanapun ia itu anak kita, dan Ia sedang dalam masa pertumbuhan makanya Ia makan banyak!”kata puteri Intan.
“Ya, saya tahu itu meski adakala saya harus menahan lapar lantaran tidak ada kuliner tersisa”
“Engkau memang seorang suami dan ayah yang baik.’ puji puteri Intan kepada suaminya.
Pada suatu hari, Samosir diminta ibunya mengantarkan kuliner untuk ayahnya yang sedang bekerja di sawah.
“Nak, tolong antarkan makan siang untuk ayahmu ya. Dia niscaya sangat kelaparan lantaran tadi pagi belum sarapan”
“Baiklah, Bu. Aku akan mengantarkannya sesudah saya sendiri makan.”Jawab Samosir sambil mengambil kuliner ibunya dan meja. Setelah makan Samosir segera berangkat membawa rantang yang telah disiapkan ibunya.
Sudah tengah hari, dan bayang-bayang matahari sudah sangat pendek. Huda yang sedang bersitirahat di gubuk kecil di tepi sawah menyeka peluhnya. Sambil mengipasi diri, Ia mulai bertanya-tanya mengapa anaknya belum juga tiba mengantar makanan. Perutnya sudah mulai keroncongan alasannya ialah tadi pagi Ia terburu-buru berangkat dan tak sempat makan.
“Hmmm, kemana Samosir? Mengapa usang sekali Ia belum datang, padahal hari sudah sangat siang dan saya lapar sekali!’’
Setelah menunggu beberapa usang tak kunjung datang, kesannya Huda memutuskan kembali ke rumah untuk makan. Dalam perjalanan pulang, betapa terkejut Ia dikala melihat Samosir sedang bermain di lapangan dengan teman-temannya. Lebih terkejt lagi dikala dilihatnya rantang makan siang tergelatak di tepi jalan, kosong melompong, tandas tak ada isinya. Tahulah ia bahwa puteranya telah memakan semua kuliner tersebut dan melalaikan tugasnya. Huda yang sangat kelaparan merasa begitu marah.
“Hei, Samosir! Ke sini kau!”teriaknya keras memanggil anaknya yang Sedang bermain. Samosir mendekat dengan rasa takut, menyadari kesalahannya. Huda yang tak sanggup menahan amarah segera menjewer pendengaran Samosir keras-keras, menciptakan anak itu menyeringai kesakitan.
“Dasar anak tidak tahu diri!” teriak Huda marah. “Makanmu saja banyak tapi kiprah kecil pun kau lalaikan! Dasar anak ikan!”
Begitu selesai ucapan huda, tiba-tiba topan bertiup dan petir pun menyambar-nyambar. Awan cerah di siang terik segera berkembang menjadi mendung gelap. Hujan turun dengan sangat deras. Tahulah Huda bahwa ia sudah melanggar sumpahnya untuk tidak menyampaikan asal usul istrinya.
Di rumah, puteri Intan pun mengetahui bahwa suaminya telah melanggar sumpah. Dengan penuh isak tangis, Ia perlahan-lahan berubah wujud kembali menjadi seekor ikan. Sementara itu hujan semakin deras menjadikan banjir badang. Air bah meluap ke seluruh penjuru menciptakan penduduk desa panik. Mereka segera berlari meninggalkan rumah menuju bukit yang Iebih tinggi.
Cerita rakyat dongeng anak legenda danau toba dongeng rakyat nusantara wacana menepati janji
Huda pun menangis mengetahui musibah yang dikatakan istrinya terjadi. Ia tak sempat menyelamatkan diri, anaknya pun hilang ditelan banjir. Air meluap tinggi dan merendam seluruh desa, kemudian membentuk danau yang sangat luas. Sebuah pulau muncul di tengah danau tersebut, Ietaknya persis di daerah Samosir terakhir berdiri. Danau itu kemudian dinamakan Danau Toba, Sedangkan pulau kecil di tengahnya diberi nama Pulau Samosir.
Jangan lewatkan Dongeng anak cerita rakyat Batu menangis wacana anak durhaka dan juga Dongeng anak Cerita rakyat La Golo wacana anak pemalas
Jangan lewatkan Dongeng anak cerita rakyat Batu menangis wacana anak durhaka dan juga Dongeng anak Cerita rakyat La Golo wacana anak pemalas
Itulah Dongeng anak dongeng rakyat danau toba legenda nusantara dari Sumatera Utara
Pesan Moral Dari Dongeng Cerita Rakyat Danau Toba Adalah:
Selalu bertanggung jawab atas kewajiban yang harus kau lakukan serta harus menepati janji-janji yang kau buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar