Cerita Mistis Misteri Kisah Nyata Siluman Harimau pemberi keturunan terkuak
Manusia harimau benarkah ada? banyak yang bertanya-tanya sesudah sering menonton manusia harimau MNCTV.Saya jadi berpikir insan harimau apakah ada di dunia ini?sebelumnya saya telah menulis artikel perihal ritual mendapat ilmu insan atau siluman harimau baca disini.Entah siluman harimau putih atau siluman harimau hitam atau insan harimau cindaku yang seolah menunjukkan restu kepada Edi. Lelaki yang sudah sepuluh tahun menikah dengan si kembang desa, Jamilah, tetapi belum juga dikaruniai keturunan itu. Entah siapa yang salah, yang pasti, walau telah berobat pada empat orang dokter, bahkan pada puluhan “orang pintar”, namun hasilnya tetap saja nihil.
Ketika putus asa mulai merayapi hatinya, di salah satu Café, Edi berternu dengan seseorang yang mengaku sanggup menunjukkan jalan biar apa yang selama ini diinginkan sanggup terkabul dalam waktu dekat.
“Kang, sebulan sesudah saya kesana, istri Iangsung mengandung,” demikian kilah lelaki yang mengaku berjulukan Narto itu.
“Benarkan?” Potong Edi penasaran.
Narto pun Iangsung menceritakan pengalamannya. Edi hanya mengangguk dan sesekali menggaruk-garuk kepalanya yang bersama-sama tidak gatal itu. Tak larna kemudian, kembali terdengar bunyi Narto;
“Bagaimana Kang?”
“Baik ... saya setuju. Yang perlu, saya dan Jamilah tak lagi jadi pembicaraan orang sekampung,” kata Edi dengan bunyi mantap.
Kisah konkret mengharukan menginginkan anak lewat pesugihan siluman harimau dimulai
Dan sesudah memilih harinya, kedua orang yang gres saja bertemu itu eksklusif berpisah dan kembali ke rumah masing-masing. Sepanjang jalan, Edi hanya tersenyum kecil. Wajahnya tampak sumringah. Hatinya selalu berkata; “Semoga, Mbah Jali, sang penunggu beringin renta itu bersedia menolongku.”
Dan benar, pada hari yang telah ditentukan, Edi melihat Narto berdiri di samping mobilnya di pinggir jalan raya itu. Edi eksklusif menghampiri dan memeluk Narto dengan erat bagai sahabat usang yang beberap tahun tak pernah bertemu.
“Silakan naik, jangan sungkan,” kata Narto sambil membuka pintu mobilnya.
Selama dalam perjalanan, keduanya terilibat dalam pembicaraan yang hangat seputar keluarga masing-masing. Dan pembicaraan itu, Edi menyimpulkan, Narto adaiah salah seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang perikanan darat yang tergolong sukses.
Singkat kata, sesudah menempuh perjalanan yang melelahkan, keduanya pun hingga di tujuan, sebuah desa kecil yang terletak di salah satu kaki gunung di bab selatan Jawa Timur. Narto pun mengajak Edi menuju ke satu gubuk terpencil yang terletak di pinggiran desa sekaligus di akrab pemakaman umum.
“Kulanuwun,” ucap Narto.
“Monggo, pinarak,” sahut bunyi serak dan balik bilik bambu. Dan tak usang kemudian, dan balik bilik kusam itu tampak cahaya lampu minyak yang bergoyang-goyang.
“Narto , kembali terdengar bunyi serak dan bayangan badan seorang renta yang masih tampak sangat sehat.
Narto Iangsung mencium tangan orang renta itu denga penuh hormat. Dan tak usang kemudian, terdengar katanya; “Mbah Mario... mi Edi”.
Orang renta yang akra disapa Mbah Marto Iangsung mengangsurkan tangan, dan Edi pun menyambut dan mencium tangan itu dengan penuh hormat.
Setelah saling menanyakan kesehatan dan pengalaman di perjalanan, Narto pun mengutarakan maksud kedatangannya. Dengan panjang lebar, Edi pun menceritakan perjalanan hidupnya selama ini Sementara itu, Mbah Marto hanya mendengarkan sambil menghisap rokoknya dalarn-dalam.
“Baik jikalau begitu, kini istirahat dulu di sini. Besok, beli segala ubo rampenya.
Jangan hingga ada yang ketinggalan,” ujar Mbah Marto cerita dukun sakti sambil menggelar tikar lusuh di Iantai.
Esoknya, ketika mentari sepenggalah, Narto dan Edi sudah di tengah-tengah kerumunan insan yang tengah berbelanja di pasar tradisional yang tergolong besar di desa itu
.
Dan sesudah merasa cukup, keduanya Iangsung bergegas menuju gubuk Mbah Mario. Mbah Mario dengan sigap mempensiapkan segala sesuatunya. Beberapa jam kemudian, tampak senyum menguar dan ekspresi Mbah Mario. “Nanti, menjelang maghrib, semua ini kita bawa ke bawah pohon beringin di tengah pemakaman itu”, ungkapnya dingin.
.
Dan sesudah merasa cukup, keduanya Iangsung bergegas menuju gubuk Mbah Mario. Mbah Mario dengan sigap mempensiapkan segala sesuatunya. Beberapa jam kemudian, tampak senyum menguar dan ekspresi Mbah Mario. “Nanti, menjelang maghrib, semua ini kita bawa ke bawah pohon beringin di tengah pemakaman itu”, ungkapnya dingin.
“Narto ... jangan lupa, beritahu Edi tata cara mandi keramas,” imbuhnya.
“Baik Mbah,” sahut Nario.
Edi hanya menatap keduanya dengan pandangan penuh peluh. Jujur, selama ini, ia belum pernah melaksanakan hal-hal yang semalam dikatakan oleh Mbah Mario. Hatinya gembira bercampur kecut. Betapa tidak, gembira lantaran ingn mendapat keturunan, dan kecut lantaran harus duduksendirian di bawah beringin renta yang tumbuh di tengah makam.
Malam itu, bertepatan dengan purnama penuh dan hari yang dipandang keramat, Jumat Kliwon, tampak tiga badan insan yang berjalan dengan hati-hati di antara nisan yang berserak. Cahaya purnama seolah menerangi langkah ketiganya... dan beberapa waktu kemudian, sesudah menata ubo rampe yang kebanyakan berupa gecok bakal (daging mentah yang diberi bumbu tertentu-Jw), kembang tiga macam, sirih iengkap, kelapa hijau dan banyak lagi yang lainnya, tampak Mbah Marto aben sabut kelapa yang sebelumnya telah disirami minyak tanah.
Setelah menjadi bara, tangannya eksklusif mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dan menaburkannya di bara itu. Tak usang kemudian, tercium anyir wangi bercampur sangit memenuhi udara sekitar. Lantunan kidung yang tak pernah diketahui artinya oleh Narto dan Edi eksklusif meluncur dan ekspresi Mbah Marto.
Mendadak, rembulan pun tertutup dengan awan hitam nan pekat. Seiring dengan itu, suasana yang semula damai tiba-tiba berubah. Suara-suara absurd mulai terengar, di sana-sini, tampak berkelebat makhluk-makhluk yang sukar untuk diketahui dengan niscaya wujud aslinya. Mbah Marto eksklusif berdiri dan menggamit pundak Narto untuk mengajaknya pergi. Kini, tinggai Edi seorang diri....
‘Jaga pikiranmu. Pusatkan hati dan minta Mbah Jali untuk segera datang,” demikian pesannya sambil berjalan menjauh.
Edi hanya mengangguk. Tapi apa daya, keinginannya untuk mendapat anak agaknya telah berhasil menyingkirkan segala ketakutannya. Kini, dengan ditemani cahaya lampu minyak yang terbuat dan botol kecil bersumbu, Edi hanya duduk dan membaca mantra pendek yang diajarkan oleh Narto tanpa henti. Berbagai godaan yang menakutkan, mulai dan kemunculan jerangkong, banaspati bahkan misteri penampakan kuntilanak cantik yang menggiurkan, tak berhasil mengganggu konsentrasinya.
Akhirnya, dengan di iringi angin puting beliung, tampak sesosok badan tua, bertongkat dan didampingi harimau loreng yang demikian besar mendatangi dan berkata; “Aku sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu anak muda. Kunyahlah selembar daun sirih itu, kemudian, sapukan pada kemaluanmu.”
“Dan sekarang, kembalilah pulang,” tambah Mbah Jail dengan senyum.
Tak ama kemudian, Edi pun hingga di rumah Mbah Marto. “Yah ... nanti, si jabang bayi merupakan pewaris ke tujuh dari Mbah Jali.” Edi hanya sanggup tersenyum dan mencium tangan Mbah Marto dengan takzim.
Edi tiba kembali di rumahnya sempurna pukul 09.00JamiIah yang melihat kedatangan suaminya, Iangsung menghambur dan memeluknya dengan manja serta menanyakan buah tangan untuknya.
Setelah mengecup kening sang istri, Jamilah yang sudah empat hari ditinggal, eksklusif berdiri birahinya. Setelah meminta Edi untuk membersihkan tubuhnya, keduanya iangsung berasyik masyuk di pagi nan cerah itu. Sekai ini, Jamilah mencicipi ada yang berbeda dengan perlakuan Edi. Edi dirasakan begitu garang, seolah hendak melepaskan rasa rindunya selama empat hari ini hingga tuntas.
Hingga pada suatu hari, sambil berbisik manja, Jamilah menceritakan bahwa dirinya telah beberapa waktu tidak tiba bulan.
“Hah ... ayo kita ke dokter,” kata Edi dengan penuh semangat.
Sambil tersenyum, dokter Santi pun menunjukkan selamat dan berpesan panjang lebar; “Akhirnya, penantian panjang Bapak dan Ibu membuahkan hasil. Ibu benar-benar positif hamil, tolong jaga kandungannya baik-baik, jaga kesehatan, jangan lupa meminum vitamin dan selalu kontrol pada waktunya.”
Waktu terus berlalu, pada saatnya, kembali bertepatan dengan Jumat Kiiwon, Jamilah pun melahirkan dengan selamat. Edi yang begitu gembira eksklusif menggendong sang jabang bayi yang diberi nama Norman Jayasasmita itu.
Tak ada yang berbeda dengan yang lain, dalam keseharian, Norman juga bermain-main dengan belum dewasa yang sebaya dengannya. Malahan boleh dikata, Norman ialah sosok yang banyak mempunyai sahabat. Selain mau mengembangkan dengan sesama, Ia juga dikenal sebagai anak yang ringan tangan.
Keanehan gres terlihat ketika ia duduk dingklik kelas tiga SMR Ketika itu, mereka gres saja kembali dari alun-alun untuk berolahraga. Di tengah perjalanan, ada beberapa pelajar Sekolah Menengah kejuruan yang menarik hati bahkan menarik tangan sahabat perempuannya. Melihat tu, Norman eksklusif mendekat dan menegumya; “Bang ... jangan begitu dong.”
“Mau apa lu?” Kata yang ditegur sambil memukul kepala Norman.
Norman berkelit. Ia sama sekali tidak membalas, hanya berkelit, berkelit dan terus berkelit. Melihat itu, ketiga pelajar Sekolah Menengah kejuruan yang semula menonton menjadi marah. Tanpa dikomando, mereka eksklusif mengeroyok Norman. Ketika salah seorang dari mereka mencabut clurit, tiba-tiba, dari ekspresi Norman terdengar gerengan. . .dan kelima jari tangannya pun menekuk membentuk cakar.
Cerita mistis misteri kisah konkret Manusia menjelma harimau
Seiring dengan suara; “Grhhh , yang keluar dari ekspresi Norman, tubuhnya pun Iangsung menerjang keempat orang yang ada di depannya. Tangannya bergerak kian kemari kolam seekor harimau sedang berkelahi. . .dan benar, baju keempat anak itu eksklusif terkoyak. Bahkan, badan mereka pun mulai terasa perih lantaran tergores oleh kuku Norman.
Karena yakin tak mungkin sanggup mengalahkan Norman, akhirnya, keempat anak itupun melanikan diri dengan wajah penuh ketakutan....
Dan semenjak itu, Norman pun menjadi sosok yang paling disegani di sekolah maupun kawasan ia tinggal. Beruntung, sanjungan dan kebanggaan tak menciptakan Norman besan kepala, ia bahkan semakin pendiam. Boleh dikata, waktunya selalu dihabiskan untuk mencar ilmu bersama-sama dengan para sahabatnya. Hasilnya pun berbuah, semua berhasil lulus dalam ujian dengan nilai yang tinggi....
Waktu terus berlalu. Akhirnya, sesudah lepas kuliah, Norman pun mewarisi perjuangan ayahnya. Di tangan Norman, perusahaan hasil bumi yang semula kecil kini berkembang dengan pesat. Edi dan Jamilah merasa bersyukur, karena, walau anak semata wayang, tetapi, Norman bukanlah sosok yang manja.
Peristiwa yang mengerikan pun kembali terjadi. Ketika keluarga ini tengah menghabiskan waktu Iiburannya di pedesaan, sambil mengawasi panen yang sedang berjalan, malamnya, rumah itu didatangi sekitar tujuh orang perampok . Ada yang membawa senjata tajam, ada juga yang membawa senjata api.
Setelah berhasil melumpuhkan penjaga malam, ketujuhnya Iangsung masuk ke kamar tidur. Dalam waktu singkat, Edi dan Jamilah yang sudah berumur itu berhasil mereka dilumpuhkan. Ketika mereka tengah asyik mengumpulkan aneka macam jenis logam mulia yang dikenakan Jamilah dan uang di lemari pakaian, tiba-tiba, terdengan gerengan yang memekakkan indera pendengaran disertai melesatnya sesosok badan sembari mengayunkan tangan kesana kemari.
“Ah... aduh... ampun...,” hanya itu yang terdengar. Tak usang kemudian, tampak dua perampok yang sedang menjaga Jamilah dan Edi terpental dengan wajah dipenuhi luka yang menganga. Sementara, lantaran tak menyangka mendapat serangan, ketiga perampok yang sedang membongkar lemari sesaat terdiam. Salah satu yang tersadar lebih cepat Iangsung mencabut pistol dan mengarahkannya ke Norman.
Tetapi apa yang tarjadi? Yang terdengan hanyalah suana “klik” beberapa kali, tetapi, tak ada sebutir peluru pun yang muntah dari moncong pistol itu. Norman pun kembali beraksi, dalam satu kali gerakan, tubuhnya kembali melenting dan tangannya mengibas ke kanan dan ke kiri. Kembali terdengan bunyi mengaduh yang tak tertahankan.
Ketujuh perampok itu eksklusif saja melarikan diri. Sekaii ini, Norman yang murka lantaran melihat kedua orangtuanya yang ketakutan, eksklusif mengejar mereka. Lompatannya benar-benar mengagumkan, seolah-olah seekor harimau jantan yang sedang mengejar mangsanya di hutan. Yang berlari paling depan berhasil disergapnya ... dengan gerengan yang menakutkan, tangan Norman kembali bergerak menyilang. Lolongan kesakitan pun terdengar.
itulah kisah misteri seorang anak yang lahir mempunyai darah titisan harimau
Baca juga kisah konkret misteri mendapat ilmu insan harimau
Sang perampok mati dengan badan yang mengenaskan. Penuh dengan cabikan....
Sang perampok mati dengan badan yang mengenaskan. Penuh dengan cabikan....
Paginya, semua penduduk kampung hanya sanggup menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata; “Ah .. ternyata masih ada harimau di kampung kita.”
Mendengar itu, dengan hati-hati, Edi pun menceritakan keadaan yang bersama-sama kepada Jamilah. Jamilah hanya tertunduk, alasannya ialah ia tak merasa, selama ini, anak yang dikandungnya ialah salah satu pewaris ilmu harimau.manusia harimau atau siluman harimau.Mungkin inilah manusia harimau new generation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar