Cerita Mistis Pesugihan Misteri Taman Nasional Alas Purwo,Mencari Tempat Pesugihan Di Alas Purwo
Cerita Kisah Misteri Mistis Pesugihan Keangkeran Alas Purwo.Karena faktor umur dan sakit-sakitan, saya di-PHK oleh perusahaan PT. Jagat Raya Abadi, sebutlah begitu. Uang pesangon yang dibërikan oleh perusahaan itu habis untuk biaya berobat ke rumah sakit. Kala itu, tahun 1998 awal, belum ada aktivitas pemerintah BPJS. Maka itu, uang yang ada terpaksa dipakai untuk kesembuhanku. Namun, malang nasibku, uang pesangon habis di rumah sakit, tapi penyakitku tidak sembuh juga. Duh Gusti..
Dalam keadaan sakit-sakitan, saya ambil cicilan motor dan menjadi tukang ojek. Karena kurang lincah lantaran faktor kesehatan, maka hasilku mengojek hanya cukup makan bagi diriku sendiri. Untunglah, Marfuah, istriku, sanggup membantu. Marfuah berdagang nasi uduk, lontong sayur dan gorengan setiap pagi, laku manis, hingga sanggup membantu ekonomi rumah tangga.
Dari laba dagang istriku, maka kami sanggup makan tiga kali sehari. Juga sanggup membayar rekening listrik dan rekening air PDAM. Juga membiayai sekolah Nurhayati, anakku di kursi Sekolah Menengan Atas Partisipan. Sekolah sewasta yang bayarannya terjangkau.Istriku perempuan yang setia. Dia tidak pernah mengeluh dan bekerja keras walaupun kesehatannya juga tidak prima.
Suka sakit kepala lantaran migren. Setiap jam 0.00 dinihari, beliau bangun tidur dan memasak nasi uduk, lontong sayur dan gorengan. Ada tahu, tempe, pisang dan singkong. Selama berbulan-bulan dagang, alhamdulillah migren istriku jarang kambuh. Jika kambuh, saya yang ambil aIih berjualan. Anak perempuanku, Nurhayati, membàntu menggoreng dan menciptakan nasi uduk. Aku yang berjualan di tepi jalan, kurang lebih 300 meter dari rumah kami.
Akibat tidak bayar cicilan motor, alhasil mendapat surat tarik dan motorku diambil debt collector. Akhirnya saya secara penuh membantu istriku dagang. Namun belakangan, perjuangan istriku sanggup saingan. Ada tetangga sebelah yang berjualan juga dan barang jualannya nyaris sama dengan kami. Maka itu, pembeli terbagi dan perjuangan kami terancam gulung tikar. Kalah bersaing dan pembeli makin sedikit.
Istriku Marfuah bingung. Anakku Nurhayati juga bingung. Sebagai anak kepada orangtua, Nurhayati meminta aku, bapaknya untuk menjadi sopir angkot atau sopir langsung perusahaan, lantaran saya punya SIM A, sim mobil. Akupun mendengarkan bunyi anakku. Permintaan anakku itu kupikir realistis dan masuk akal. Maka itulah, saya mendatangi semua orang yang kukenal, mungkin butuh sopir pribadi. Juga saya mendatangi bos angkot, mungkin saya sanggup menjadi sopir angkot dengan setorang setiap hari.
Tetapi, mencari pekerjaan sopir ternyata tak gampang. Dari seribu target yang saya datangi, hanya ada dua yang menerima. Itupun, hanya bekerja sebulan, sehabis itu saya dipecat lagi. Belakangan saya dengar, Pak Hendra Syamsu, pemilik kendaraan beroda empat yang saya bawa, dikomplin belum dewasa dan istrinya, biar tidak menyebabkan saya sopir mereka lagi. Karena semuanya tahu bahwa saya menderita penyakit paru-paru, TBC, tuberkiosis yang sanggup menular. Keluarga Pak Hendra Syamsu tidak mau ketularan penyakitku, maka itu mereka jauhkan saya dari kehidupan mereka.
Aku sangat memahami hal ini Aku mengerti bahwa seorang yang berpenyakit TBC akan banyak dihindari orang.Batukku akan menciptakan orang ketularan dan semua tidak mau ambil resiko itu. Padahal, belum tentu penyakit ini sanggup menular kepada mereka. Jika percaya adanya Tuhan Azza Wajalla, mereka tak akan takut lantaran penyakit itu datangnya dari Allah. Jika kun fayakun, kata Allah, tidak terkena, walaupun uap batukku masuk ke badan mereka, mereka tak akan terkena TBC menyerupai aku.
Tapi ya, sudahlah, demikianlah kehidupan. Aku nrimo mendapatkan keadaan ini dan hanya tawakkal, bérserah diri, bergantung dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Agung. Sifat pengasih dan penyayang Tuhan saya minta dan saya yakin Tuhan akan memperlihatkan kasih sayang dan cinta itu kepadaku, sebagai makhluk lemah yang diciptakan oleh-Nya.
Di luar dugaan, saya didatangi Pak Hendra Syamsu di suatu senja. Kala itu hari minggu, ketika libur beberapa hari sehabis kerusuhan Mei 1998. Setelah terjadi pembakaran di mana-mana terhadap gedung gedung milik orang Cina, mall dan ruko-ruko WNI keturunan cina.
Pak Syamsu mengajak saya ke jawa Timur, ke Banyuwangi untuk suatu urusan bisnis, katanya. Pak Syamsu memberi istriku uang yang cukup banyak, juga memberi anakku Nurhayati buat biaya sekolah.
“Bapakmu akan saya ajak kerja di Banyuwangi, kalau bapakmu usang di sana, jangan dicari, bapakmu kerja dan uang untuk keperluan kalian, akan saya berikan setiap bulan, sebagai honor dari bapakmu,” kata Pak Syamsu kepada anakku Nurhayati, yang juga didengar oleh istriku, Marfuah.
Tanggal 25 Desember 1998 kami berdua berangkat ke Banyuwangi. Aku disenangkan dengan naik pesawat Garuda Indonesia Airline. Dari bandara Soekarno-Hatta Kota Tangerang, kami terbang ke bandara Juanda, Surabaya. Dari Surabaya, naik taksi gelap ke Banyuwangi, menuju selatan yaitu ke Alas Purwo.
“Kita bukannya ke Kota Banyuwangi, Pak?” tanyaku, lugu.
“Kita bisnisnya di hutan, hutan Alas Purwo, namanya. Yang penting keluargamu saya jamin nanti, tiap bulan biaya anakmu sekolah dan biaya rumah tanggamu, saya yang jamin,” kata Pak Hendra Syamsu, serius, dengan senyum yang setengah tulus.
Di luar pengetahuanku, ternyata Alas Punwo ialah tempat persugihan paling mumpuni di Tanah Jawa. Sama dengan tempat Tugumulyo yang keramat di kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatena Selatan.
Misteri Tempat Pesugihan Di Taman Nasional Alas Purwo
Pak Syamsu ternyata masuk ke wilayah Goa Astana, goa paling angker di tengah perut hutan Alas Purwo. Karena perusahaannya oleng terancam bangkrut, maka Pak Syamsu disarankan dukunnya untuk melaksanakan pesugihan di Goa Astana. Bahkan dukun yang dimaksud, menjamin bahwa perusahaan Hendra Syamsu akan berdiri bahkan lebih maju dari pada ketika sebeIumnya
Hal itu saya ketahui sehabis Pak Syamsu masuk menemui pendeta dan pendeta penguasa Goa Astana mendapatkan Pak Syamsu dalam suatu perbincangan yang serius. Sementara saya mencari tahu di luar itu, berbincang dengan pelaku pesugihan asal Kalimantan barat, Syahrial Arifin yang kukenal di situ. Dari Syahriallah saya tahu bahwa Goa Astana dan goa-goa lain yang ada di tengah Hutan Alas Purwo ialah tempat persuhihan ampuh di Indonesia. Banyak orang sukses dan orang-orang kaya berhasil sehabis melaksanakan ritual persugihan di sini. Cerita Bang Syahrial Arifin, asal sambas, Kalimantan Barat.
Aku tersentak mendengar hal mi. Aku diajak ke Jawa Timur untuk bekerja di bisnis Pak Hendra Syamsu, eh, tidak tahunya, diajak ke Alas Purwo ke tempat persugihan mumpuni di jawa Timur ini. Lha, tugasku untuk apa, apakah hanya menemani Pak Hendra Syamsu atau untuk apa? Tanyaku, dalam hati. Belakangan, jantungku berdetak hebat dan bulu kudukku merinding, di mana Pak Hendra Syamsu telah melaksanakan penjanjian keramat dengan setan Alas Purwo.
Tumbal Pesugihan Barter Nyawa Di Taman Nasional Alas Purwo
Diam-diam, saya akan dijadikan tumbal - olehnya. Sebab seruan setan Alas Purwo, Jin Panggaru, namanya, harus ada tukar barang nyawa. Jika mau sukses, dan kesuksesan Pak Hendra Syamsu kelak, akan didapat, bila ada nyawa insan sebagai tumbal. Dari itulah nyaku yang ditawarkan. Pertimbangannya, saya lelaki bau tanah yang tak mempunyai kegunaan lagi, alasannya saya tidak bekerja dan sakit TBC. Jangankan bagi bangsa dan negara, bagi istri dan anakkupun, saya sudah tak mempunyai kegunaan lagi. Maka itu, hanya akulah yang dianggap pantas untuk dimatikan sebagai persembahan tunggal, akan dimatikan selaku tukar barang nyawa bagi jin Panggaru, penghuni mistik Hutan Alas Punwo.
Aku kemudian menghitung-hitung ke masa sebelum berangkat. Pikirku, pantas saja Pak Hendra Syamsu akan menjamin keluargaku. Menjamin biaya sekolah Nurhayati anakku, menjamin hidup istriku dan rumah tangga kami. lstri dan anakku tentu senang mendengarkan ajuan itu. Sebab mereka tahu bahwa saya bekerja di Banyuwangi, bukan sebagai tumbal untuk dimatikan.
Jika istriku tahu, anakku tahu bahwa saya akan dibunuh sebagai tumbal, walau saya sudah tua, tak bekerja dan sakit-sakitan, pastilah mereka menolak. Aku tahu persis bagaimana rasa kasih Marfuah kepadaku, yang sudah hidup 40 tahun dalam mahligai perkawinan denganku. Juga anakku yang jelita, Nurhayati, pastilah tidak rela bila ayahnya dijadikan tumbal untuk persugihan berbarter nyawaku.
Syahrial Arifin membuka kedok ini dan saya sadar bahwa nyawaku dalam bahaya. Rasanya, kalau punya uang, ketika itu juga saya Iari dari Alas Purwo dan pulang ke rumahku dipinggiran Jakarta Selatan. Walau hidup miskin dan sakit berat, ketika saya sembahyang dan mengais di sejadah berdoa dan berzikir kepada Tuhan Azza Wajalal, pikiranku hening dari semua dilema hidup tidak menyebabkan saya stress dan tertekan. Ada Allah, ada Tuhan yang membantu, yang menolongku.
Sayang, saya tak punya uang dan tidak ada kendaraan untuk kabur keluar dari hutan dan pergi ke Banyuwangi kemudian pulang dengan kereta api ke Jakarta via Surabaya. Tapi, jangankan uang, rokok sebatangpun, saya tak punya. Aku sanggup merokok hari itu lantaran pemberian Syahrial Arifin. Dia memberiku separuh bungkus rokok Gudang Garam merah kepadaku dan saya merokok. Walau TBC, saya tetap jadi perokok. Sebab dengan menghisap rokok, walau tidak saya telan, saya terhidup dan menjauhi stress dan depresi. Bila tenang, paru-paruku pun hening dan tidak sakit, tidak sesak dan tidak nyeri di pecahan dada.
Setelah lima jam bersemedi dalam Goa Astana, Alas Purwo, Pak Hendra Syamsu keluar. Dengan jantung berdetak, saya menatap matanya yang senja itu nampak kalah. Matanya melemah dan beliau kelihatan sangat murung melihat wajahku yang lesu.
“Kita pulang, Sofyan, semua sudah selesai dan kita pulang ke Jakarta malam ini juga,” katanya.
“Tapi sebelum kita beranjak dari hutan ini, kita naik ke bukit itu, namanya Bukit Karang Batu, kita berdoa di sana,” desisnya.
Aku sudah paham, bahwa Bukit Karang Batu itu sangat terjal dan tinggi. Bila saya didorong di bibirjurang, maka saya akan jatuh ke kedalaman 130 meter dan mati terbentur watu alam di bawahnya. Lalu ketika itulah darahku akan dihisap jin Panggaru, sebagai tumbal persugihan yang dilakukan oelh Hendra Syamsu yang jahat.
Aku tidak menjawab apapun perkataan Syamsu. Aku terdiam seribu bahasa dan bungkam total. Batinku sangat nelangsa, gundah gulana, galau dan murung sekali menghadapi kenyataan ini. Dalam batin saya berbicara kepada Tuhan, Sang Pencipta Alama Semesta, insan dan jagat raya.
“Ya Allah, hina benar hidupku ini, lantaran tidak sanggup bekerja dan sakit-sakitan, kemudian dibunuh secara sia-sia sebagai tumbal persugihan.Ya Allah, Engkau Yang Maha Tahu, bagaimana cintaku kepada istri dan anak tunggalku, saya tidak ingin mati dengan cara begini. Aku terima mati sebagai takdirMu, tapi tidak dengan cara tukar barang dengan setan. Aku ingin mati akrab istriku tercinta, anakku tersayang,” bisikku, dalam batin.
“Hei, Sofyan, kau dengar apa omonganku. Kamu budek ya? Kenapa kamu, kok malah termangu menyerupai ayam penyakitan begini?” hardik Hendra Syamsu, setengah marah.
Aku tetap diam. Pikiranku nanar dan kepalau terasa mulai pusing. Benar, pikirku, Syamsu akan menjadikanku tumbal dan saya akan dibunuh di Bukit Karang Batu. Entah bagaimana caranya beliau bunuh aku, tapi, saya yakin saya didorong biar jatuh dan mati di jurang.
Entah bisikan dari mana, tiba-tiba saya bunyi di telingku lamat-lamat terdengar.
“Sofyan, ikuti saja dia, ikuti beliau ke Bukit Karang Batu, apa maunya, turuti saja,” kata bisikan itu, pelan tetap terang sekali di kupingku.
Aku merinding lagi. Jantungku berdetak hebat dan saya menuruti bunyi itu. Aku akan ikut Syamsu ke atas bukit, kurang lebih 1000 meter dan Goa Astana, menuju laut. “Baik Pak, kita berangkat,” jawabku, enteng.
Setelah berjalan cukup usang lantaran onak, duri dan belukar menghadang, sampailah kami di Bukit karangBatu. Selatannya, Samudera Hindia. Kami naik bukit dengan terengah-engah. Maklumlah saya sakit paruparu parah dan sulit bernafas. Untunglah, ada Tuhan yang membantu. Tiba-tiba, saya lebih berpengaruh dari Hendra Syamsu naik ke atas bukit. Padahal tubuhnya sehat, banyak makan makanan bergizi dan vitamin serta nutrisi yang bagus. Sementara aku, jarang makan lantaran miskin, tidak ada gizi dan tidak juga ada nutrisi.
Dalam keadaan sakit TBC, saya tanpa obat dan tanpa suplai makanan yang memadai untuk proses kesembuhan TBC ku ni. Namun, Tuhan maha pengasih dan maha penyayang. Tuhan Azza Wajalla menolong saya dengan kasih sayang-Nya, hingga saya naik ke bukit dengan simpel dan ringan. Bahkan nafasku sangat lega dengan udara segar malam itu. Keadaan bahari terlihat merah dan hutan sudah menjadi gelap. Samudera Hindia saya lihat begitu anggun dan cantik, kemudian saya bersykur kepada Tuhan yang menciptaan alam bahari dan alam hutan begitu jelita, hingga saya sangat senang dalam keadaan berbahaya itu.Sesampainya di bawah pohon angsana tua, dengan cepat tangan Hendra Syamsu menangkap krah bajuku dan mendorong saya ke jurang.Kau jadi tumbal dan keluarga besarmu saya jamin seumur hidup,” teriaknya.
Apa yang dikatakan Syahrial Arifin dan apa yang menjadi imajinasiku, benar adanya. Dengan cara mendorong saya ke jurang, hal itulah jadi salah satunya cara Syamsu membunuh aku. Modusnya, laporan polisi bahwa saya terjatuh di jurang. Atau dikatakannya bahwa saya bunuh diri. Maka, beliau akan kondusif dari tuduhan pembunuhan berencana sesuai pasal aturan pidana pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana dengan ancaman kurungan seumur hidup.
Kisah Nyata Misteri Selamatnya Tumbal Pesugihan Di Alas Purwo
Aku terjatuh ke jurang. Namun Tuhan melindungiku, tanganku sanggup memegang akar sebesar tanganku dan saya bergantung. Lalu, saya menginjak watu dan watu itu jatuh ke bawah. Mungkin Syamsu mengira saya jatuh dan mati di bawah jurang, kemudian beliau buru-buru turun bukit dan pulang ke Jakarta. Setelah merangkak dan berjuang untuknaik kembali ke pohon angsana, saya bertemu Jin Panggaru. Jin itu bukan meminta darahku, tapi beliau malah memperlihatkan sebuah ajimat sakti mandraguna kepadaku. Jimat itu berbentuk watu Samudera Hindia, King safir yang anggun. Aku dipeluk Jin Panggaru dan disuruhnya pulang ke Jakarta.
Sejak itu TBC ku sembuh. Begitu general check up di laboratorium Rumah Sakit Berlian, paru-paruku dinyatakan higienis total, normal dan saya dinyatakan sehat. Dokter yang menanganiku selama ini kaget, terkesima dan minta saya menjadi narasumber seminarnya, memperlihatkan testimoni ihwal paru-paruku yang sobek, kembali normal.
“Jika Tuhan berkehandak, tidak ada yang mustahil di kolong langit ini. Jin Panggaru itu bukan jin, tetapi saya yakin beliau Malaikat utusan Tuhan yang menolongmu. Bila Tuhan akan membantu, tak ada seorang pun yang sanggup menghalangi. Bila Tuhan nyatakan nyawamu tidak mati hari itu, maka nyamu akan selamat bahkan kau akan sehat walafiat, bahkan penyakit mematikan pun, akan disembuhkan-Nya. ltulah kun fayakun, hanya dipunyai penguasa tunggal dan hanya Tuhan Azza Wajalla yang berkuasa atas Kun Faya Kun,”. desis Kiyai Hail Mulkan Ahmad, kepadaku, di pesantrennya yang nyaman di Jawa Timur.
Alhamdulillah, lantaran kesehatanku, saya menciptakan perjuangan rumah makan dan maju pesat. Tidak ada lagi orang yang takut kepadaku lantaran saya tidak pernah batuk lagi. Jangankan batuk berdarah, batuk berair pun, tidak lagi kualami. Usaha ku maju pesat, istri dan anakku membantu dengan tekun. Batu King safir saya jadikan cincin dan selalu kekenakan dijari manisku. Satu itu hanya media, yang berkuasa atasa watu itu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Beliau yang menciptakan watu itu, dengan takdirnya, Beliau memberi kekuatan pada apapun. Benda apapun, bila Tuhan memperlihatkan kekuatan, akan menjadi berpengaruh dan tangguh. Bahkan sakti mandraguna.
Hendra Syamsu malu kepadaku. Dia minta maaf dan mencium kakiku. Namun, berkat pertolongan dan pinjaman Allah, usahanya makin berkibar dan tidak jadi ‘bangkrut. Namun, kami menjadi bersaudara hingga tahun 2017 ini. Sebagai muslim, saya telah memaafkan Syamsu yang sudah minta maaf. Agamaku melarang benci, iri dan dengki. Agamaku mengajarkan cinta kasih, hablumminannas dan Hablum Minallah. Agamakupun, melarang untuk sifat dendam. Maka itu, saya tak pernah dendam kepada Syamsu, walau beliau punya niat jahat membunuhku. (Kisah faktual Sofyan Jalaludin.sumber:misteri)
Jangan lewatkan kisah misteri pesugihan faktual tanpa tumbal memelihara bayi kuntilanak
Jangan lewatkan kisah misteri pesugihan faktual tanpa tumbal memelihara bayi kuntilanak
Itulah dongeng mistis misteri Korban tumbal pesugihan yang tempat pesugihan di taman nasional ganjal purwo,jika Tuhan berkehendak apapun sanggup terjadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar