Cerita Mistis Misteri Kisah Gaib Nyata Penyakit Istriku Di Obati Makhluk Gaib
Diobati oleh Makhluk Halus. Segala macam penyakit niscaya selalu ada obatnya alasannya Tuhan menurunkan penyakit niscaya juga menurunkan obatnya,namun kadang obat atau kesembuhan tersebut sanggup tiba dari hal-hal yang diluar pikiran kita,Misteri Nyata Tengah Malam akan menyebarkan kisah tersebut,langsung simak saja.
Sepasang suami-istri yang telah usang meninggal berhasil mengobati penyakit istriku. Meski sulit diterima nalar sehat, namun saya tetap bersyukur alasannya kini istriku sudah sembula menyerupai sediakala.
Musibah demi peristiwa alam terjadi pada keluargaku. Belum genap seratus hari meninggalnya putriku alasannya kecelakaan kemudian lintas, kini kemalangan kembali menerpa keluargaku. Marni istriku, mengalami kebutaan. Gejala kebutaan itu memang sudah tampak semenjak setahun yang lalu. Dokter sudah memperingatkan semoga istriku tidak bekerja terlalu keras. Dia juga dihentikan bersedih dan menangis hingga mengelukran air mata. Kurang tidur serta air mata yang sering keluar sanggup mengakibatkan syaraf matanya terganggu.
Aku pun mempekerjakan pembantu rumah tangga demi meringankan beban pekerjaannya di rumah. Tetapi kadang Marni bandel. Tanpa sepengetahuanku beliau sering menyapu halaman rumah dan memperabukan sampah yang asapnya sering menciptakan matanya pedih. Dan satu hal yang menciptakan matanya semakin parah, yaitu ketika meninggalnya Rani, putri tunggal kami.
Sebuah mini bus yang berjalan dengan kecepatan tingggi telah merenggut nyawa anakku, ketika beliau menyeberang jalan sepulang dan perpustakaan. Peristiwa ini tentu saja menciptakan Marni terpukul. Sepanjang hari tak henti-hentinya beliau menangis, hingga mengakibatkan air matanya kering dan karenanya Ia menjadi buta.
Sebagal suami, tentu saja saya turut mencicipi betapa penderitaan Marni, istrikua tercinta itu.
Aku berusaha kesana kemari mencari jalan semoga penyakit yang diderita istriku sembuh.“Tidak ada cara lain untuk mengobati mata istrimu, selain dengan operasi, alasannya syaraf matanya telah putus. Untuk itu perlu dilakukan operasi penyambungan syaraf mata. Tapi, maaf, biayanya cukup besar,” ucap dokter Nugroho, seorang dokter mahir penyakit mata di rumah sakit swasta populer di Bandar Lampung.
Aku berusaha kesana kemari mencari jalan semoga penyakit yang diderita istriku sembuh.“Tidak ada cara lain untuk mengobati mata istrimu, selain dengan operasi, alasannya syaraf matanya telah putus. Untuk itu perlu dilakukan operasi penyambungan syaraf mata. Tapi, maaf, biayanya cukup besar,” ucap dokter Nugroho, seorang dokter mahir penyakit mata di rumah sakit swasta populer di Bandar Lampung.
“Kira-kira berapa biayanya,dok?”Tanyaku.
“Yah. . .sekitar 70 hingga 90 jutaan.” Aku tidak terlalu terkejut mendengar jumlah yang dikatakan oleh dokter Nugroho. Yang jadi problem bagiku, dari mana saya sanggup mendapat uang sebanyak itu? Aku cuma seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta dengan honor yang hanya cukup untuk menutupi biaya hidup sehari hari.
Aku memang punya kendaraan beroda empat bau tanah yang biasa saya pakai untuk kendaraan pulang pergi bekerja alasannya lokasi tempat pekerjaanku tidak mengecewakan jauh. Seandainya kendaraan beroda empat itu saya jual, lantas bagaimana nanti saya pergi ke tempat saya bekerja? Seandainya kupaksakan menjualnya, itupun jauh dari cukup untuk membayai operasi istriku.
Aku melangkah gontai mendorong bangku roda istriku keluar dari rumah sakit. Selama perjalanan saya cuma terdiam, sambil sesekali melirik ke arah istriku. Kulihat Marni juga terdiam, tampaknya beliau sanggup membaca perasaanku. Kembali terngiang di telingaku ketika saya membawanya ke rumah sakit.
“Sudahlah, Mas. Biarkanlah saya begini. Ini mungkin sudah suratan nasibku...” katanya irih ketika mendengar kalau pihak rumah sakit tidak sanggup mengobati matanya.
“Tidak Manni. Bagaimanapun saya harus mengabati matamu semoga kau sanggup melihat kembali. Ingat Marni, kita dihentikan berputus asa. Tuhan membenci umatnya yang gampang putus asa,” jawabku. Marni cuma terdiam. Kembali air mata membasahi pipinya. Pikiranku terus menerawang...
Aku teringat pada masa 13 tahun silam, ketika pertama saya bertemu dengan istriku. Saat itu Marni gadis sederhana pendiam itu yang telah meruntuhkan hatiku. Kukatakan demikian, alasannya dari sekian banyak gadis yang kukenal dan kupacarii hanya Marni yang sanggup meruntuhkan hatiku.
Terlintas kembali wajah Viona, gadis elok dan pintar, anak seorang pengusaha yang secara demontratif mengejarku, namun selama itu saya cuma menganggapnya tak lebih dari sekedar sobat belaka. Saat Viona menyatakan cintanya padaku, dengan halus saya menolaknya. Sikapku itu tentu saja menciptakan Viona jadi sakit hati.
Kisah Misteri Cerita Mistis Nyata Ternyata Penyakit Istriku Di Obati Sepasang Kakek Nenek Yang Telah Tiada
“Kau terlalu sombong, Darto. Perempuan menyerupai apa sih yang kau cari? Aku ingin melihat wanita menyerupai apa yang akan jadi istrimu nanti,” ucap Viona dengan nada sengit.
Aku cuma terdiam dan tidak menanggapi ucapannya. Aku sengaja tidak mau menjawabnya, alasannya saya tidak mau beliau semakin sakit hati padaku. Dan semenjak itu Viona menghilang dariku. Kabarnya beliau pergi ke Amerika dan menikah dengan lelaki asing.
“Kita sudah sampai, Pak!” Suara Harun, supirku, membayarkan semua lamunanku. Aku hingga terkejut dibuatnya. Cepat saya menurunkan bangku roda dan membimbing Marni turun dan mobil. Di rumah rasa galauku belum juga reda. Apalagi kalau saya memandang wajah istriku. Kasihan kau Marni...
Siang itu seharusnya saya pulang cepat, alasannya saya tahu Marni niscaya menunggu saya untuk makan siang bersama.Tetapi entah kenapa, tiba-tiba saya menghentikan mobilku di sisi gerbang taman Dipangga. Aku mengunci mobilku, kemudian melangkah ke dalam taman.
Di sebuah bangku saya duduk meluruskan kaki. Baru saja saya berniat mengambil sebatang rokok di saku baju, tiba-tiba terdengar ada bunyi memberi salam,
Aneh, kakek ini menyerupai tahu apa yang saya pikirkan. Dan yang lebih asing lagi, tiba-tiba saya merasa keraguanku itu jadi hilang. Maka kuceritakan padanya apa yang kurasakan ketika ini. Tentang peristiwa alam beruntun yang menimpa keluargaku, dan juga wacana kesulitan biaya untuk mengobati mata istriku.menegurku.
“Assalamu’alaikum Reflex saya menoleh ke arah bunyi itu. Entah dari mana tiba-tiba saya melihat seorang lelaki yang boleh kusebut kakek, sudah berada di sampingku. Belum sempat saya menjawab salamnya, kakek itu sudah berkata lagi.
“Kamu kelihatannya sedang gelisah?” Tanya kakek itu. Kuperhatikan dengan seksama lelaki bau tanah di hadapanku ini. Dia mengenakan celana panjang sebatas mata kaki, kemeja tangan panjang berwanna putih yang tampak kusam. Peci hitam yang dipakainya juga kelihatan sudah agak memutih. Kutaksir usia kakek itu sekitan 70 an tahun.
“Dari mana kakek tahu?” Aku balik bertanya.
“Aku sanggup membaca dari raut mukamu. Kalau boleh tahu apa yang membuatmu jadi resah begitu?”
“Istriku sedang sakit,” jawabku.
“Kalau boleh tahu, sakit apa istrimu?” Aku tak segera menjawab. Kutatap wajah kakek itu. Dia tersenyum. Setua ni tetapi giginya masih utuh, batiku.Tiba-tiba timbul rasa curigaku. Jangan-jangan orang ini punya. maksud tertentu, batinku lagi.
“Aku tahu kau merasa curiga padaku. Percayalah, saya tidak seburuk prasangkamu. Aku hanya ingin menolong sesama. ltupun kalau Kau tidak merasa keberatan..
Aneh, kakek ini menyerupai tahu apa yang saya pikirkan. Dan yang lebih asing lagi, tiba-tiba saya merasa keraguanku itu jadi hilang. Maka kuceritakan padanya apa yang kurasakan ketika ini.
Tentang peristiwa alam beruntun yang menimpa keluangaku, dan juga wacana kesulitan biaya untuk mengobati mata istriku. Setelah mendengar ceritaku itu, kakek yang memperkenalkan dirinya Ki Anom itu memberikan pengobatan alternative padaku. Dia mengajak saya ke sebuah tempat di kawasan Pringsewu. Saat itu tanpa basa-basi saya menyutujui ajakannya.
Siang itu juga kami berempat menuju tempat yang dikatakan oleh Ki Anom. Tempat itu cukup jauh. Jalan menuju ke sana cukup berliku dan terasa asing bagiku, terutama bagi Harun. Ketika Harun menyampaikan kalau beliau gres pertama kali melihat kawasan itu, saya lihat Ki Anom cuma tersenyum.
Saat terdengar kumandang adzan Maghrib dan Sebuah mushola yang kami lewati karenanya kami hingga di tempat tujuan. Mobil kami berhenti tepat di depan sebuah rumah berdinding papan. Rumah itu kelihatannya sudah bau tanah sekali. Anehnya tidak ada rumah lain di sekitar tempat itu. Atau mungkin saya yang tidak melihatnya alasannya suasana sudah gelap.
Kedatangan kami disambut oleh seorang wanita setengah baya yang usianya kukira tak jauh dengan usia Ki Anom.Tetapi meskipun sudah tua, saya masih sanggup melihat sisa-sisa kecantikan di wajah wanita paruh baya itu. Dia menggunakan kain yang tampaknya masih gres dan kebáya brukat berwarna kuning keemasan. Ki Anom memperkenalkan wanita itu sebagai istrinya.
“Mari masuk, jangan sungkan,” kata wanita bau tanah itu yang menyebut dirinya Nyi Sun. Aku membimbing Marni masuk ke dalam.
Suasana di dalam rumah itu nampak remang diterangi sebuah lampu senter yang diletakkan di atas meja.Tak ada barang berharga di dalam rumah itu. Cuma ada meja kayu dan sebuab bangku panjang yang terbuat dan kayu. Sedangkan lantainya hanya tanah.
Kala saya duduk dan istriku duduk, kulihat Ki Anom berbicara pada istrinya dengan bunyi lirih setengah berbisik. Kulihat istrinya mengangguk-angguk seraya melihat ke arah kami berdua. Lalu beliau mendekati Marni, dan berkata,
“Berdirilah. Aku akan mengobati matamu!”
Aku segera membimbing Marni berdiri. Ny Sun kemudian mengusap kedua mata istriku berulangkali.
“Sekarang kau antarkan istrimu ke belakang, di sana ada sumur, cucilah mata istrimu dengan air sumur itu,” ujar Ny Sun.
Aku segera membimbing Marni berjalan ke belakang rumah. Di sana memang ada sebuah sumur yang airnya sangat dangkal. Aku suruh Marni berjongkok. Setelah itu saya mengambil air sumur dengan tangan kananku dan mengusapkannya pada wajah Marni secara berulang-ulang. Setelah selesai, kau masuk kembali ke dalam rumah.
“Pengobatan sudah selesai. Supaya tidak kemalaman, kalian boleh pulang sekarang. Maaf saya tidak mengantar kalian,” kata Ki Anom padaku.
Sebelum pamit, kusodorkan amplop yang sudah saya persiapkan sewaktu akan berangkat ke sini pada Ny Sun. Tetapi wanita itu menolak.
“Simpan saja uang itu untuk keperluan yang lain. Di sini kami tidak memerlukan uang,” ujan Ny Sun.
Aku pun tidak berani memaksanya meski rasanya asing ada dükun yang menolak bayaran dari pasiennya.
Tepat pukul 09.00 malam, kami meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan pulang, saya tak henti memikirkan apa yang gres kualami di tempat sepasang suami-istri misterius itu. Aku katakan misterius alasannya mereka hanya tinggal berdua di tempat yang terpencil, tanpa tetangga sama sekali.
Dan yang menciptakan heran, saya sama sekali tidak merasa kalau Ny Sun. Benar-benar mengobati istriku. Sebab beliau tidak melaksanakan ritual layaknya dukun yang mengobati pasiennya. Rasa heranku semakin menjadi-jadi sesudah amplop pemberianku ditolaknya.
Pukul 01.00 dinihari kami hingga di rumah. Ketika hendak turun dan mobil, tiba-tiba Marni merasa sesuatu yang asing pada matanya. Samar-samar beliau sanggup melihat bayangan rumahnya. Semakin lama, pandangannya semakin jelas.
“Subahanallah, Mas! Aku sanggup melihat lagi,” pekiknya kegirangan. Dia berlari dan bersujud di depan pintu. Aku segera memburu dan memeluknya dari belakang.
“Benarkah kau sudah sanggup melihat?” tanyaku setengah tak percaya sekaligus gembira.
“Iya, Mas. Aku sanggup melihat lagi,” kata Marni sambil mengangguk:
Subahanallah..! Terima Kasih ya Allah, bisikku. Kami berpelukkan meluapkan rasa gembira. Kini suasana yang senang penuh kegembiraan kembali mewarnai keluargaku. Tiada hentinya kami bersyukur pada Tuhan SWT yang telah mengembalikan kebahagiaan yang sempat hilang dalam keluarga kami. Kami juga mengucapkan terima kasih pada Ki Anom dan Ny Sun yang telah mengobati istriku.
“Besok kebetulan hari libur. Bagaimana kalau kita berkunjung ke tempat Ki Anom untuk memberikan kabar bangga sekaligus mengucapkan terima kasih pada mereka,” kataku pada Marni.
Keinginanku eksklusif disambut bangga oleh Marni.“lya, Mas. Bagaimanapun mereka berdua telah berjasa besar pada kita, terutama pada diriku,” jawab Marni.
Keesokkan harinya saya dan Marni dengan ditemani Harun- sopirku, berangkat ke rumah Ki Anom. Sengaja kami pergi pagi-pagi sekali semoga nanti pulangnya tidak kemalaman. Di tengah jalan kami mampir ke minimarket untuk membeli buah tangan buat Ki Anom dan istrinya.
“Kamu masih ingat jalannya, kan Run?”tanyaku pada Harun.
Harun mengangguk pasti. Dia membawa kendaraan beroda empat dengan keyakinan tinggi jikalau dirinya tidak salah jalan. Namun sesudah beberapa waktu lamanya kami berkendara, kami dibentuk gundah alasannya kami tidak menemukan rumah Ki Anom.
“Kami yakin tidak salah jalan, Run?” tanya istriku mulai cemas.
“Tidak, Bu. Saya yakin rumahnya di sini. Saya masih ingat betul ketika malam itu saya memarkir kendaraan beroda empat di bawah pohon sawo ini,” jawab Harun sambil memperhatikan pohon sawo di depannya.
Kami terdiam untuk beberapa lama. Hanya saling pandangan dengan pikiran masing-masing. Di sekitar tempat itu memang tidak ada rumah sama sekali.
Kisah Mistis Cerita Misteri Baru Tersadar Ternyata Tempat Itu Adalah Kuburan
Hanya hamparan ilalang sepanjang mata memandang. Suasananya juga sangat sepi meski siang hari. Tiba-tiba mataku terpaku pada batang pohon randu yang kelihatannya angker. Aku mendekat dan sedikit agak kaget melihat sumur yang airnya sangat dangkal. Sepertinya saya pernah melihat
sumur ini. Tidak salah, ini yaitu sumur tempat saya mencuci muka Marni ketika berobat ke Ki Anorn dan istrinya, kataku dalam hati.
Dan...astaga’ Dadaku berdegup sangat kencang ketika mataku melihat sepasang makam di bawah pohon randu yang sudah hampir rata dengan tanah. Nisannya yang terbuat dan kayu nyari habis dimakan rayap. jadi...jadi? Tiba-tiba bulu kudukku merinding. Belum lagi reda rasa takutku, tiba-tiba saya dikejutkan oleh bunyi seseorang.
“Itu makam ki Anom dan istrinya. Kasihan, tidak ada keluarga yang mengurusnya,” ujar pria bau tanah yang tiba-tiba sudah berada di depanku.
“Bagaimana Anda tahu?” tanyaku keheranan.
“Saya warga sekitar sini. Kebetulan tadi lewat di sini dan lihat Bapak sedang terbengong. Saya kira Bapak keluarga Ki Anom,” jawabnya sambil berlalu tanpa memberi kesempatan padaku untuk bertanya lebih jauh soal Ki Anom.
Buru-buru saya kembali ke tempat istriku bangkit di bawah pohon sawo. Aku ceritakan sekilas apa yang bahwasanya telah terjadi. Marni memekik saking takutnya. Berarti yang kami temui malam itu arwah Ki Anom dan istrinya yang maujud demi menolong kamu. Buru-buru kami beristigfar.
Duh Gusti... mohon ampun atas segala dosa. Sungguh ini sangat muskil dan sulit dicerna dengan nalar sehat. Tetapi ketika itu saya tidak mau berpikir macam-macam. Aku ambil hikmahnya dan peristiwa yang kami alami dan mengembalikan semuanya pada Tuhan SWT. Sebab tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jikalau Tuhan sudah berkehendak. Sebagai umatnya. saya harus percaya pada peristiwa mistik ini.
Baca Juga;
Dalam penjalanan pulang, saya berjanji akan segera tiba lagi ke termpat itu untuk memugar makam Ki Anom dan istrinya. Jauh di dasar hati saya berterima kasih pada mereka dan berdoa semoga arwah mereka mendapat ketenangan dan kesempurnaan di sisi Tuhan SWT.(dikisahkan BudiHandoko)
itulah kisah mistis kisah misteri aktual kesembuhan penyakit yang dari Tuhan lewat arwah yang telah tiada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar