hukum istri mengatakan pisah / cerai pada suami
“Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan amis nirwana atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud).
Seorang istri yang meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan oleh aturan syara’ termasuk ke dalam dosa besar yang harus dijauhi. Bahkan, sebagian ulama menjelaskan bahwa perempuan yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh aturan syara’, diharamkan baginya mencium amis nirwana walaupun beliau telah memasuki nirwana tersebut.
Namun, ada beberapa alasan yang dibolehkan oleh syari’at agama islam bagi seorang istri untuk meminta cerai kepada suaminya. Seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Ibmu Jibrin, bahwa ada beberapa kasus yang membolehkan seorang perempuan mengajukan Khulu’:
Pertama, jikalau seorang istri membenci adat suaminya. Contohnya menyerupai suami yang kasar, tempramen, sering marah-marah, terlalu saklek, gampang tersinggung, tidak bisa mendapatkan kekurangan istri, maka istri tersebut diperbolehkan untuk mengajukan khulu’.
Kedua, apabila seorang istri tidak menyukai tampang suami. Seperti mempunyai cacat, jelek rupa, kurang baik panca inderanya, maka istri diperbolehkan meminta khulu’.
Ketiga, jikalau terdapat keanehan dalam agama suami. Contohnya suka meninggalkan shalat, tidak puasa ramadhan tannpa ada udzur yang dibenarkan oleh syari’at agama Islam, menganggap remeh shalat berjama’ah, suka melaksanakan perbuatan haram menyerupai berzina, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya, maka istri diperbolehkan mengajukan khulu’.
Keempat, apabila suami tidak memperlihatkan hak istri. Seperti tidak memperlihatkan nafkah, pakaian, dan sebagainya. Padahal, suami tersebut bisa untuk memberikannya maka dari itu istri boleh mengajukan khulu’ terhadap suami terkecuali jikalau suaminya tidak mampu.
Kelima, jikalau suami tidak menunaikan nafkah bathin. Seperti mempunyai persoalan seksual, tidak adil dalam membagi giliran jikalau istrinya lebih dari satu, dan lain-lain. Maka, istri diperbolehkan untuk mengajukan khulu’.
Maka dari itu, seorang istri mempunyai kebolehan untuk mengajukan khulu’ dengan alasan-alasan yang telah diperbolehkan oleh agama islam demi terciptanya kondisi kehidupan yang kondusif dan tenang untuk kedua belah pihak. [retsa/islampos/voa-islam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar