Legenda Mustika Ular Suku Dayak
Berbicara mengenai suku dayak memang tidak ada habisnya untuk dikaji. demikian banyak sumber yang sangat menarik untuk diulas. Seperti sebelumnya kami sempat mengulas ihwal panglima burung dari kalimantan, tato suku dayak atau senjata hebatnya yaitu mandau. Sahabat anehdidunia.com sanggup search di blog kesayangan kita ini dengan keyword "dayak". Sekarang kita akan membahas hal yang tidak kalah menariknya ihwal Mustika Ular Suku Dayak.
Suku Dayak Benuag dan Tunjung meyakini betapa mereka berasal dari leluhur yang dikenal dengan sebutan Tamerikukng — alasannya keturunannya melaksanakan suatu kesalahan, akhirnya, mereka pun berubah ujud dan tersebar di beberapa tempat di seantero Pulau Borneo. Dan mereka inilah yang sering disebut sebagai “Roh” atau makhluk halus yang mempunyai kiprah serta fungsi masing-masing dan mukim di seluruh alam, menyerupai di langit, bumi, air dan sebagainya.
Walau hidup di alam yang tak kasat mata, namun, mereka mempunyai kebutuhan yang sebagian besar sama dengan yang dibutuhkan insan pada umumnya. Dalam kepercayaan usang inilah, sejatinya, hubungan dua alam yang bersanding dan hanya terpisahkan oleh kabut misteri terjalin dengan akrab — dan keadaan itu hanya terasakan oleh insan yang masih alami, atau insan yang masih memanusiakan insan dan masih menghargai alam semesta. Dan tak sanggup dipungkiri, pengejawantahan dari perilaku menghargai itulah yang sanggup membuka tabir dimensi misteri tersebut yang oleh sebagian besar masyarakat Dayak diyakini sebagai Dunia Ilmu Magis.
Masyarakat Dayak meyakini, wujud ketaatan dan kesetiaan mereka terhadap “roh” akan mendapat berkah dan imbalan dalam aneka macam bentuk. Sebaliknya, ketidaktaatan akan membawa mereka ke jurang kehancuran. Oleh alasannya itu, mereka selalu berusaha untuk sanggup berkomunikasi dengan “roh-roh” tersebut lewat cara-cara yang seringkali tidak sanggup diterima dengan nalar sehat.
Berbicara mengenai suku dayak memang tidak ada habisnya untuk dikaji. demikian banyak sumber yang sangat menarik untuk diulas. Seperti sebelumnya kami sempat mengulas ihwal panglima burung dari kalimantan, tato suku dayak atau senjata hebatnya yaitu mandau. Sahabat anehdidunia.com sanggup search di blog kesayangan kita ini dengan keyword "dayak". Sekarang kita akan membahas hal yang tidak kalah menariknya ihwal Mustika Ular Suku Dayak.
Suku Dayak Benuag dan Tunjung meyakini betapa mereka berasal dari leluhur yang dikenal dengan sebutan Tamerikukng — alasannya keturunannya melaksanakan suatu kesalahan, akhirnya, mereka pun berubah ujud dan tersebar di beberapa tempat di seantero Pulau Borneo. Dan mereka inilah yang sering disebut sebagai “Roh” atau makhluk halus yang mempunyai kiprah serta fungsi masing-masing dan mukim di seluruh alam, menyerupai di langit, bumi, air dan sebagainya.
Walau hidup di alam yang tak kasat mata, namun, mereka mempunyai kebutuhan yang sebagian besar sama dengan yang dibutuhkan insan pada umumnya. Dalam kepercayaan usang inilah, sejatinya, hubungan dua alam yang bersanding dan hanya terpisahkan oleh kabut misteri terjalin dengan akrab — dan keadaan itu hanya terasakan oleh insan yang masih alami, atau insan yang masih memanusiakan insan dan masih menghargai alam semesta. Dan tak sanggup dipungkiri, pengejawantahan dari perilaku menghargai itulah yang sanggup membuka tabir dimensi misteri tersebut yang oleh sebagian besar masyarakat Dayak diyakini sebagai Dunia Ilmu Magis.
Masyarakat Dayak meyakini, wujud ketaatan dan kesetiaan mereka terhadap “roh” akan mendapat berkah dan imbalan dalam aneka macam bentuk. Sebaliknya, ketidaktaatan akan membawa mereka ke jurang kehancuran. Oleh alasannya itu, mereka selalu berusaha untuk sanggup berkomunikasi dengan “roh-roh” tersebut lewat cara-cara yang seringkali tidak sanggup diterima dengan nalar sehat.
Menurut pakar kebudayaan Tanah Borneo, Dalmasius Madrah T, pada dasarnya, ilmu magis dibagi menjadi dua bagian; Yakni; Ilmu Magis Panas; ilmu yang digunakan atau sanggup mencelakakan orang yang disukai. Contoh dari ilmu ini ialah rasutn dan bongkaaq eqaau yang sangat mematikan. Sedang yang tidak membahayakan namun digolongkan dalam ilmu magis panas ialah ilmu kebal. Sementara, Ilmu Magis Dingin; ilmu yang berfungsi untuk mengantisipasi, menangkal, dan mengobati ilmu magis yang dipasang atau dikirim oleh pihak lawan. Bahkan, sanggup juga digunakan untuk pengobatan penyakit madis.
Seperti biasa, bagi seseorang yang berniat mendapat ilmu tersebut di atas, maka, dia harus mencari sumber (guru-pen) yang tepat atau yang sesuai dengan keinginannya. Yang paling menarik adalah, walau aneka macam kajian ilmiah telah dilakukan dan banyak bukti faktual di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari, tetapi, konsep magis yang memang sulit untuk diterima dengan nalar sehat itu tetap saja tak sanggup terungkap dengan sejelas-jelasnya.
Selain dari mencari sumber (guru), ada pula yang ingin mendapat ilmu magis dengan cara “betapa” (bertapa) sebagaimana yang dilakukan oleh leluhur Bung Dani-i-Dani yang mendapat warisan berupa kerikil berbentuk menyerupai telur yang terlilit oleh seekor ular. Dan hingga kini mereka meyakini, inilah yang disebut sebagai mustika ular.
Bermula, ketika itu, tempat Tumbang Samba terjangkit oleh wabah penyakit yang mematikan. Tak ada yang mereka sanggup lakukan di desa yang demikian terpencil itu kecuali hanya berharap dan berdoa — keadaan inilah yang menciptakan kakek Bung Dani bertekad untuk betapa (bertapa) di Sungai Kahayan untuk mendapat pencerahan guna mengatasi penyakit yang kian hari kian merajalela itu.
Pada saatnya, sang kakek pun berendam di Sungai Kahayan. Waktu terus berlalu hingga suatu hari, dia ia ditemui oleh penguasa Sungai Kahayan yang mengaku berjulukan Datu Amin Kelaru. Dan dari pertemuan dua makhluk yang berbeda alam itulah, dia pun mendapat sebuah kerikil menyerupai telur yang dililit oleh seekor ular. Singkat kata, dengan daya magis kerikil tersebut, akhirnya, sang kakek pun berhasil menyembuhkan masyarakat di desanya yang terkena penyakit gila tersebut.
Meski mustika ular itu didapat dengan jalan betapa (bertapa), tetapi, benda yang oleh suku dayak diyakini mempunyai kekuatan atau kesaktian itu pada waktu-waktu tertentu biasa meminta imbalan berupa makanan dan minuman sebagaimana yang kita kenal dengan sebutan sesaji.
Sudah barang tentu, silang pendapat akan hal tersebut di atas selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat. Namun, masyarakat suku Dayak melaksanakan hal tersebut sebagai (meminjam istilah Khanjeng Joko) “tali asih” antara sesama makhluk ciptaan Tuhan. Sayangnya, dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut kadang berkebalikan. Seharusnya insan yang diciptakan lebih tepat ketimbang makhluk lain diptaanNya itu memberi “sesaji” sebagai sedekah bagi mahkluk yang lebih rendah — bukan sebaliknya.
Setelah sang kakek meninggalkan dunia nan fana ini, akhirnya, mustika ular tersebut diwariskan kepada cucunya, Bung Dani-i-Dani. Pemuda inilah yang balasannya menjadi penerus sang kakek dalam menawarkan pelayanan pengobatan baik medis maupun non medis di daerahnya. Tumbang Samba.
Sampai sekarang, tiap malam Jumat, Bung Dani-i-Dani selalu menawarkan sesaji berupa bunga 3 atau 7 macam — dan salah satu di antaranya harus bunga melati, serta kopi bagus dan kopi pahit masing-masing segelas, sementara, mustika ular itu diletakan di sebuah piring yang sebelumnya telah ditaburi dengan segenggam beras.
Kini, ditangan Dani-i-Dani, mustika ular yang berdaya mistik tinggi itu berhasil dioptimalkan untuk aneka macam hal. Selain pengobatan, mustika ular ini berhasil juga mendongkrak nilai guna dalam hal ekonomi. Di antaranya, penglarisan dagang, memperlancar perjuangan dan keperluan pagar mistik yang dikenal dengan sebutan kamaat (penjaga mistik yang setia). Yang terakhir ini memang sanggup diperoleh dengan cara nemaai (diperoleh dengan pembayaran dan tata cara tertentu). Singkat kata, untuk membeli kamaat bukanlah suatu pekerjaan yang gampang — alasannya dibutuhkan kesungguhan, selain harus berhasil meyakinkan si pemilik kamaat biar mau berbagi. Pada dasarnya, kamaat bukan barang dagangan, hanya saja, bagi yang serius ingin mendapatkannya harus mau berbagi.
Demikian sekelumit legenda, tetapi nyata, dan hingga goresan pena ini diturunkan masih sanggup ditemui di Desa Tumbang Samba.http://www.indospiritual.com/http://www.gelut.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar