14 Oktober 2018

Misteri Pulau Marundang

Bagi kapal-kapal yang akan sandar di Pelabuhan Pontianak, kemungkinan besar akan melewati pulau ini. Ya, pulau Merundang! Konon, pulau ini dihuni oleh hantu. Benarkah? Berikut kesaksian salah seorang ABK kapal kargo yang pernah mengalami tragedi sangat asing sekaitan dengan pulau Marundang…

Selepas Maghrib, kapal kargo Ratu Rosali meninggalkan pelabuhan Pontianak. Sesuai rencana, kapal ini akan berlayar menuju negeri jiran, Malaysia. Kapal yang sarat muatan ini berlayar hening meninggalkan Dermaga Teluk Air, daerah Ratu Rosli sebelumnya ditambatkan. Senja itu, cuaca cukup cerah. Sesuai dengan ramalan cuaca yang diinformasikan oleh pelabuhan, hari itu ombak bahari memang akan jinak, tanpa gejolak berarti.
Pulau demi pulau dilalui Ratu Rosli tanpa rintangan. Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba mesin kapal mengalami kerusakan. Kapal berhenti, terombang-ambing ditengah laut. Karena kerusakan mesin tidak sanggup diperbaiki dengan cepat, maka tak ada pilihan lain. Ratu Rosli terpaksa buang jangkar.

Bila kapal mengalami kerusakan, sebagai penggalan dari kru kapal, tentunya akupun ikut panic. Terlebih kapten kapal kargo yang bersahabat disapa Pak Chief itu. Maklum saja, keterlambatan akan menjadikan komplain dari pemilik barang. Mereka tak pernah mau mengerti bila kapal tiba ditujuan. Bahkan akan jadi boomerang bagi pemilik kapal, lantaran iman pelanggan ternodai.


Ternyata mesin kapal mengalami kerusakan fatal. Kruk as patah dan tak bisa difungsikan lagi. Sementara onderdil cadangan tidak ada.
Karena keadaan ini, keesokan harinya, Pak Chief terpaksa kembali ke Pontianak dengan menumpang kapal nelayan yang kebetulan akan pulang.
Tak ada yang mesti dikerjakan selama Pak Chief berada di darat. Para ABK menghambur-hamburkan waktu percuma, atau paling-paling memancing cumi-cumi.


Pemandangan bahari yang menoton memang membuatku jenuh. Akhirnya saya beranjak masuk ke dek. Anehnya, malam itu saya gelisah. Setiap ruang tampaknya tidak membuatku nyaman. Berdiri salah, duduk apalagi.
Setelah cukup usang berbaring di kamar, rasa kantuk pun menyerang. Beberapa ketika kemudian saya terlelap.Dan, entah berapa usang saya tertidur, tiba-tiba seorang perempuan hadir dalam mimpiku. Bibirnya yang padat berisi itu menyunggingkan senyuman yang begitu mempesona.


Wanita manis itu mengenakan gaun malam warna perak. Langkahnya gemulai, anggun kolam peragawati di atas cat walk. Lekuk tubuhnya, amboi, indah sekali!
Sesekali ia menebar pandang ke seantero ruangan. Dan sesekali pula ia melirik genit kepadaku. Sesaat kemudian ia menghentikan langkahnya. Berdiri mematung dekat jendela yang memang sengaja dibiarkan terbuka. Rambut panjangnya terurai menutupi leher jenjangnya, melayang-layang liar dipermaikan angin yang berhembus semilir.
Sebagai seorang pelaut yang jarang bertemu perempuan, apa perempuan secantik dirinya, maka saya pun eksklusif tersihir oleh kecantikannya. Jantungku berdebar tak beraturan. Betapa ingin saya menyapanya, namun lidahku terasa kelu.


Entah berapa usang pandanganku tetap menancap padanya. Bidadari itu belum juga beranjak dari jendela. Namun, seketika rasa takjubku bermetamorfosis takut. Entah mengapa, perempuan itu menatapku dengan tajam, dengan sorot matanya yang penuh dengan bara kebencian. Tatapannya berubah nanar, persis singa betina lapar yang ingin menerkam mangsanya. Sangat mengerikan!
Seolah tak peduli pada ketakutanku, perempuan itu merentangkan kedua tangannya yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ya, ia tampaknya ingin terbang ke luar jendela. Tapi, tidak! Secepat kilat ia malah menghampiriku dan eksklusif mendekapku.
Dalam dekapanya, saya sulit bergerak. Nafasku tercekat. Anehnya, badan perempuan manis ini berbau ibarat kemenyan. Sangat menyengat. Aku meronta, berusaha melepaskan diri. Lalu saya berteriak keras. “Lepaskan aku! Tolooong…!”


Anehnya lagi, kenapa Very, sobat sekamarku tidak lekas membantuku? Padahal posisinya sempurna di sisiku. Bahkan badan kami nyaris bersentuhan diatas dipan untuk dua orang ABK. Kalau pun jadinya ia bangun lebih dulu, mungkin lantaran mendengar gumam tak jelas, atau tersenggol tubuhku yang bergerak tak terkendali.
“Hei..Man bangun!” teriaknya sambil mengguncangkan tubuhku.
Aku tersentak, dan kembali ke alam nyata. Spontan saya amat lega terlepas dari beban menyiksa dari mimpi yang menakutkan itu.
Very menyeringai melihatku masih ketakutan. Dia juga tampak tegang. “Mimpi menyeramkan ya, Man?” Tanyanya. Dia mengingatkanku semoga membaca Bismillah sebelum tidur, kemudian memberiku segelas air mineral.


“Mimpinya aneh,” ujarku sesudah menenggak air mineral hingga habis.
“Memangnya mimpi apaan sih, hingga kau berteriak-teriak ibarat orang sekarat?” tanya Veri.
“Menyenangkan tapi menakutkan Ver. Seram!” jawabku, Lalu kuceritakan isi mimpiku.
“Berarti makhluk itu penghuni pulau Marundang? Mengapa gres sekarang? Padahal sudah seminggu kita lego jangkar di sini,” ujar Very sesudah mendengar ceritaku, sambil mengernyitkan dahinya,
Aku memang gres mendengar apa yang disebut Veri sebagai Pulau Marundang itu. Anehnya, nama pulau ini tampaknya berafiliasi dengan perempuan yang hadir dalam mimpiku.


Selepas mimpi itu, saya memang sulit memejamkan mata. Bahkan, sekitar pukul tiga dini hari, melalu jendela, saya menerawang ke kejauhan. Samar-samar pulau yang terletak antara Indonesia dan Malaysia itu tampak diselimuti kabut, terkesan angker. Tiba-tiba bayangan sosok perempuan itu kembali mengusikku. Bukan kecantikan atau senyumnya, melainkan sorot matanya yang menakutkan. Hih, bulu kudukku berdiri.


“Sudahlah, lupakan saja, Man! Mimpi kan hanya bunga tidur. Jangan terlalu dipikirkan kalau kau selalu mengingatnya, nanti kesurupan lho!” Very menepuk bahuku.
Dua hari kemudian, kekhawatiran Very terjadi. Menjelang sore, saya mencicipi perubahan yang aneh. Sosok perempuan itu kembali mengusik ketenganku. Sudah kupaksakan semoga bayangannya enyah dari ingatanku, tetapi tak bisa.


Apa yang terjadi selanjutnya menimpa diriku? Semuanya diceritakan oleh Very, lantaran saya memang sama sekali tidak menyadarinya. Beginilah kisahnya…:
Setiba dari Pontianak, Pak Chief kaget mendengar bunyi gaduh dari kamarku. Dia penasaran, lantaran selama ini belum pernah melihatku bikin ulah. Mendapati saya dirubungi para ABK, karuan Pak Chief keheranan. Saat itu, saya bukanlah diriku lagi. Rupanya, makhluk itu telah menguasaiku.
Pak Chief, juga teman-temanku ABK yang lain, ketakutan melihatku terus cekikikan, dengan mata melotot sambil menceracau tak jelas. Pak Chief berusaha menenangkanku.


“Siapa kau ini, pria atau perempuan?” tanyanya. Sementara itu, para ABK saling berpandangan, penuh harap menunggu jawaban. Mereka ketakutan saatku pelototi bergantian.
Bukan balasan yang didapatkan didapatkan dari mulutku yang kerasukan itu. Menurut kisah Very, saya malah menampar keras pipi kiri Pak Chef.


Sontak saja lelaki bertubuh gempal ini jadi berang. Lima ABK yang mendapat perintah eksklusif darinya segera memegangi tangan dan kakiku. Namun, mereka kewalahan, lantaran saya terus berontak dengan tenaga berpengaruh luar biasa.


Merasa khawatir akan keselamatanku, takut saya mencebur diri ke bahari misalnya, atas perintah Pak Chief, kemudian saya diikat pada pilar di tengah ruangan. Ikatannya sangat kuat, dengan memakai tali sebesar jari kelingking orang dewasa.


Kata Very, saya memang tak bisa berkutik lagi. Tubuhku eksklusif terkulai menyatu dengan pilar itu. Suasana kapal pun berubah tenang, dengan demikian para ABK, khususnya penggalan mesin bisa lebih berkonsentrasi memperbaiki kerusakan mesin.
Keputusan Pak Chief memang kejam, namun tepat. Hal itu merupakan wujud dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin. “Sebelum sadarkan diri, jangan lepaskan tali ini. Tolong awasi dia!” katanya dengan tegas, ibarat yang ditirukan Very.


Sejurus kemudian, Pak Chief pergi menuju ruangan mesin. Dua orang petugas juru mesin mengaku kewalahan, lantaran gres kali ini mereka menghadapi kerusakan fatal. Butuh kesabaran ekstra memasang kembali truk as ke dalam mesin. Apalagi onderdilnya masih baru.
Akhirnya, mesin selesai diperbaiki. Anehnya, di ketika bersamaan, saya yang semula kerasukan kembali siuman. Pak Chief girang melihatku.


“Sudah sadar kau rupanya?” candanya sembari mengucek-ucek rambutku.
Setelah mesin berhasil dihidupkan dan jangkar ditarik ke haluan, Ratu Rosali pun siap melaju kembali meneruskan pelayaran yang tertunda. Karena truk asnya diganti, kapal melaju lebih kencang dari biasanya, yaitu dengan kecepatan 12 mil/jam.


Meskipun saya telah sadar, namun ternyata Pak Chief masih merisaukan keselamatanku. Buktinya, sepanjang perjalanan saya selalu diawasinya. Rupanya, ia khawatir kalau tiba-tiba makhluk itu kembali merasuki tubuhku.
Syukurlah, tak ada tragedi asing hingga kami hingga di tujuan. Usai bongkar muatan, selama 15 hari di pelabuhan Malaysia, kami kembali berlayar menuju Lampung. Aku tak sabar ingin secepatnya tiba disana. Aku yakin, Marni niscaya menantikan kedatanganku yang sudah terlambat lama. Dia perempuan sederhana pedagang kopi keliling di pelabuhan. Setiap awak kapal yang bersandar di Lampung, tentu mengenalnya. Bersamanya, saya berharap hidupku lebih berwarna lagi.


Pada ketika pelayaran menuju lampang, suatu malam saya sendirian di kamar. Asyik, saya bebas berfantasi tanpa ada yang mengganggu. Aku membayangkan Marni, semoga bisa melupakan sosok makhluk jahat itu. Tapi, ya Tuhan, beberapa jam kemudian, saya kembali mendapat teror!
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba sosok mengerikan itu sudah berdiri di hadapanku. Dia menampakkan wujudnya yang sangat menyeramkan. Persis Mak Lampir. Gaun malamnya tetap berwarna perak, namun wajahnya tak manis lagi.
Aku takut setengah mati. Sekujur tubuhku lemas. Ingin berteriak, tapi bibir rasanya terkunci. Ingin lari keluar dari kamar pun tak bisa.


Akhirnya, dengan badan gemetar, saya hanya pasrah. Di ketika ketakutanku tak tertahan lagi, tiba-tiba ia menghilang. Aku lantas menghambur ke luar kamar, ke ruangan Pak Chief. Aku menemukan ketenangan dan merasa aman. Setidaknya, ada hiburan sementara menunggu pagi. Pak Chief cukup bijak, mengizinkan saya nonton DVD sesukaku di kamarnya.
Kapal bersandar di Lampung pada malam hari. Aku betul-betul kasmaran. Setelah pamit pada Pak Chief, saya menemui Marni yang rumahnya tidak seberapa jauh dari pelabuhan. Gadis sederhan itu amat antusias mendengarkan tragedi asing yang kualami.
Beberapa ketika kami terdiam. Marni menatapku. Entah apa yang ia pikirkan. Kemudian ia memecah kesunyian.


“Sebaiknya , istirahat saja dulu kerja di laut, Kak. Makhluk itu berbahaya! Siapa tahu ia minta korban. Tapi saya hanya menyarankan. Tidak memaksa, lho!” bibir gadis itu bergetar.
Giliran saya membisu kebingungan. Mana yang harus kupilih? Masih dua pulau lagi yang akan kusinggahi. Kalau diteruskan, saya akan terus-terusan diteror makhluk sialan itu. Aku tak ingin berlama-lama dalam kebimbangan.


Karena yakin, rasa takut itu berasal dari diriku sendiri, maka kuputuskan meneruskan pelayaran ke pulau Bangka. Keinginan mengundurkan diri kutangguhkan hingga tiba di rute terakhir. Ya, kembali ke Pontianak. Dengan begitu, paling tidak saya besar hati akan diriku. Setidaknya saya bukan pelaut pengecut.


Selama bersandar di pulau Bangka, tak ada tragedi aneh. Mungkin makhluk itu telah lupa dan bosan mengusik ketenanganku. Atau mungkin ia sudah berselingkuh dengan ABK lain? Segala sesuatu berjalan masuk akal hingga selesai bongkar muatan. Setelah itu, pelayaran dilanjutkan menuju Ketapang.
Pagi cerah, bahari masih berkabut, sewaktu kapal bertolak meninggalkan pelabuhan Bangka.
Sebagai seorang pelaut saya tahu persis kalau sedari dulu pulau Ketapang memang populer nuansa mistinya. Sering kudengar kisah sobat yang melihat penampakkan di pelabuhan. Tapi, saya cenderung mengabaikannya.


Tiga hari berlalu, kondusif di Ketapang. Pak Chief gembira melihatku kembali ceria dan membaur sesama ABK. Seperinya biasanya, kami bersenda gurau melepas penat usai kerja bongkar muatan.
Namun, sungguh aneh, di tengah keceriaan itu, tiba-tiba sekelebat bayangan kembali melintas dalam benakku. Bayangan perempuan bergaun perak itu. Tapi, segera kutepis dan eksklusif mengingat Marni. Demikian kulakukan berulang-ulang kali, sehingga pikiran dan perasaanku mulai ngelantur. Semula saya beranggapan, tidak mungkin makhluk itu kembali mendatangiku lagi lantaran jarak Marundang – Ketapang terlampau jauh. Tapi nyatanya, ia terus mengikuti dan kembali bereaksi. Kali ini kejadiannya sangat aneh.
Malam itu, hujan masih menyisakan gerimis. Suasana pelabuhan Ketapang tampak lengng. Biasanya, bila cuaca cerah, warga setempat selalu tiba meramaikan pelabuhan. Disana-sini biasanya terlihat pasangan memadu kasih, duduk santai di dermaga sambil mengobral janji-janji manisnya.
Tapi, malam itu suasana sepi sekali. Bahkan, sebagian temanku niscaya sudah terlelap. 


Aku belum mengantuk. Aneh, perasaanku serasa sangat galau. Resah. Kusibuk kandiri dengan mempertimbangkan keputusan terbaik sesudah tiba di Pontianak nanti. Berhenti kerja di laut, tapi apa yang bisa saya lakukan? Sementara saya tak punya pengalaman kerja di darat?
Angin bertiup kencang dan rasa hambar semakin menggigit. Sebagai perokok kronik, di ketika cuaca dingin, saya sangat membutuhkannya. Sial, rokokku tak satu pun tersisa. Aku beringsut ke kamar sebelah. Begitu pintu terkuak, kulihat temanku sudah pulas meringkuk. Rasanya sungkan membangunkan tidurnya. Siapa tahu, mungkin ia tengah mimpi indah.


Kemudian saya eksklusif meraih sebungkus rokok yang tergeletak di atas meja. Kunyalakan korek api kemudian menyulut sebatang. Begitu melangkah ingin meninggalkan kamar, tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku. Spontan bulu kudukku meremang.


Ya, Tuhan! Makhluk itu muncul dari kehampaan. Dia tiba-tiba saja sudah berdiri dengan berkacak pinggang menghadangkan di bibir pintu. Tubuhnya yang langsing itu masih mengenakan gaun malam berwarna perak. Bibirnya tersenyum sinis dengan sorot mata melotot tajam.
Tanpa kuasa menolak, saya mengikuti langkah perempuan itu ketika ia menuntun lenganku pergi meninggalkan kapal. Hanya itu terakhir yang kuingat di ambang batas kesadaranku.


Rupanya, tak seorang ABK pun tahu bahwa saya kembali dirasuki dan pergi bersama sosok perempuan misteri itu ke alamnya. Ya, suatu daerah yang sulit diketahui di mana letak persisnya. Sebuah daerah yang sangat asing bagiku, dan bagi siapa pun juga. Mungkin bukan di alam nyata. Yang pasti, panorama alamnya begitu indah dilatari sederetan pohon rindang.
Anehnya, selama dalam pengembaraan itu, yang kurasakan bukannya malam hari, tetapi suatu sore ketika matahari akan tenggelam. Cuaca redup menyejukkan. Seluas mata memandang, yang kulihat hanyalah hamparan pemandangan menakjubkan.


Setelah cukup usang berjalan, akupun merasa lelah. Aku mengajaknya duduk di tepi sebuah telaga. Wanita itu berdiri membelakangiku. Sementara saya tak berkedip memandangi ikan-ikan beraneka warna yang terus berenang berseliwaran di dalam telaga yang sangat bening. Karena kelelahan, saya bersandar pada pokok pohon mati ditepi telaga itu. Tak usang kemudian, makhluk itu melirikku sekilas, kemudian pergi tanpa bicara sepatah katapun.
Yang tak kalah aneh, ketika terjaga, saya berada buritan kapal. Dengan gugup, saya segera berlari meninggalkan lokasi ini. Waktu itu pagi sudah tiba. Saat masuk kamar, kulihat Very belum juga bangun.


Pagi itu, perasaanku tak menentu. Aku merenung, mengenang perjalanan yang kutelusuri di luar kesadaranku. Sementara. Ratu Rosali bertolak meninggalkan pelabuhan Ketapang.
Selama dalam pelayaran menuju Pontianak, sengaja saya pindah kamar. Temanku tak keberatan bertukar kamar yang kuanggap sial itu.
“Dengan bahagia hati saya akan tidur di kamarmu. Jika nasib lagi mujur, siapa tahu makhluk itu hadir dalam mimpiku nanti. Kemudian memberi angka jitu. Lalu saya kaya mendadak jadi jutawan,” ujar Idham, temanku, dengan gayanya yang jenaka.


Setelah bertukar kamar dengan Idham, kukira perempuan mistik itu tak lagi mengusikku. Namun, kenyataannya ia terus mengikuti kemana pun saya pindah, bahkan ke mana pun kapal berlayar. Aku tak bisa mendeteksi keberadaannya saya lantaran tak punya kemampuan supranatural.
Di kamar yang baru, saya beranjak tidur dengan perasaan sedikit lega. Biarlah temanku yang didatangi makhluk mistik itu. Tapi, apa yang terjadi? Tiba-tiba ia muncul lagi dalam mimpiku. Kulihat ia tampak beringas, sepertin ingin menelanku hidup-hidup. Jelas terdengar ketika perempuan itu bicara begini, “Namaku Tukiyem. Aku minta disediakan kambing putih.”


Bahkan, ia mengancam akan terus meneror ABK Ratu Rosali sebelum keinginannya dikabulkan. Aku hanya termangu terdiam. Hanya bisa mendengar, ingin bicara, tapi tak terucapkan.
Mimpi malam itu makin membulatkan tekadku untuk mengundurkan diri. Aku tak harus takut tidak akan bisa mendapat pekerjaan di darat. Bukankah tersedia banyak pilihan dalam hidup? Jika mau berusaha, selalu ada jalan, demikian pikirku.
Bila tak ada peluang di daratan, apa salahnya kembali bekerja di laut. Tak harus kapal kargo Ratu Rosali yang berhantu ini.


Setelah selesai bongkar muatan di pelabuhan Pontianak, malamnya saya menemui Pak Chief di kamarnya. Dengan tegas kusampaikan keputusanku. Mendengar itu, ia menyipitkan mata. Mungkin sulit memahami alasan pengunduran diriku yang begitu mendadak. Tapi, ia merasa tidak berhak menghalangi niatku.


Sebelum pergi meninggalkan kapal, saya harus menceritakan mimpiku semalam. Salah besar jikalau kupendam sendiri. Demi keselamatan seisi kapal, apa salahnya memenuhi seruan makhluk itu.
Sepertinya Pak Chief tak mempercayai kata-kataku. Dia mengangap makhluk mistik jenis apapun hanyalah tahyul belaka. Tak mengapa. Yang penting saya lega, lantaran mimpi yang membebani pikiranku itu telah kuceritakan padanya.


Sebulan kemudian, Ratu Rosali kembali berlayar ke Malaysia. Sebelum kapal bertolak, saya menemui Very dan menanyakan ihwal kambing putih seruan makhluk itu. Tapi jawabannya, “Pak Chief mengabaikan itu!”
Aku membatin, ABK siapa lagi yang akan diteror perempuan sialan itu nanti?
Sementara belum mendapat pekerjaan, saya menghabiskan hati-hariku di pelabuhan. Kadang ikut melaut dengan bahtera nelayan. Berangkat pagi mencari ikan, sore harinya kembali ke daratan.
Waktu terus berlalu, Senin pagi, tiba-tiba saya dikejutkan oleh kedatangan kapal nelayan yang membawa Pak Chief bersama 10 ABK Ratu Rosali. Kapal nelayan itu menyelamatkan mereka ketika terapung di tengah laut, tak jauh dari pulau Marundang.


Menurut Very, yang kutemui dalam keadaan shock, ketika melintasi lautan pulau Marundang, kapal kembali mengalami kerusakan. Baling-baling kemudi patah tanpa sebab. Ketika itulah tiba-tiba angin bertiup kencang dari dua arah, barat dan barat laut, membangkitkan ombak setinggi 5 meter.
Ratu Rosali terombang-ambing tanpa daya. Akhirnya, suatu tamparan ombak yang begitu dahsyat menenggelamkannya. Tamatlah riwayat kapal kargo itu….
Mendengar kisah Veri, seketika sosok makhluk itu berkelebat dalam benakku. Adakah relasi kecelakaan itu dengan perilaku sombong Pak Chief, yang tak mau menawarkan kambing putih pada sosok perempuan mistik yang mengaku berjulukan Tukiyem itu?
Wallahu’alam. Hanya Allah SWT yang mengetahui diam-diam hikmah di balik setiap musibah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wajib Kamu Baca

Jasa Dukun Pelet Ampuh Sudah Terpercaya dan Handal Di Indonesia

Jasa Pelet dari Dukun Pelet Ampuh Sudah Terbukti Ampuh dan Tentunya Mahar Murah Reaksi Cepat Dukun pelet adalah:Orang yang memiliki kesangg...