15 Oktober 2018

pati unus sebutan pangeran sabrang lor

pati unus terkenal dengan sebutan pangeran sabrang lor karena keberaniannya dalam peristiwa


Pati Unus atau Adipati Unus (1480?–1521) yaitu Sultan Demak kedua, yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521. Ia yaitu menantu Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggana.

Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran Sabrang Lor (sabrang=menyeberang, lor=utara), lantaran pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis.

Silsilah

Nama orisinil dia Raden Abdul Qadir putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus yaitu putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus. Muballigh dan Musafir besar ini tiba dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di awal 1400-an masehi. Silsilah Syekh ini yang berjulukan lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam. Imam Faqih Muqaddam seorang Ulama besar sangat populer di era 12-13 M yang merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad, Sayyidus Syuhada Imam Husayn (Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina Ali bin Abi Talib Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah Fatimah Al Zahra.

Setelah menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri seorang Muballigh asal Gujarat yang lebih dulu tiba ke tanah Jawa yaitu dari keturunan Syekh Mawlana Akbar, seorang Ulama, Muballigh dan Musafir besar asal Gujarat, India yang mempelopori dakwah diAsia Tenggara. Seorang putra dia yaitu Syekh Ibrahim Akbar yang menjadi Pelopor dakwah di tanah Campa (di delta Sungai Mekong, Kamboja) yang kini masih ada perkampungan Muslim. Seorang putra dia dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah yang dipanggil dengan Raden Rahmat atau populer sebagai Sunan Ampel. Seorang adik wanita dia dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa untuk ditawarkan kepada Raja Brawijaya sebagai istri untuk langkah awal meng-Islam-kan tanah Jawa.

Raja Brawijaya berkenan menikah tapi enggan terang-terangan masuk Islam. Putra yang lahir dari komitmen nikah ini dipanggil dengan nama Raden Patah. Setelah menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Disini terbukalah diam-diam kenapa dia Raden Patah diberi gelar Alam Akbar lantaran ibunda dia yaitu cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Mawlana Akbar yang hampir semua keturunannya memakai nama Akbar menyerupai Ibrahim Akbar, Nurul Alam Akbar, Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.

Kembali ke dongeng Syekh Khaliqul Idrus, sehabis menikah dengan putri Ulama Gujarat keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putra dia yang berjulukan Raden Muhammad Yunus yang sehabis menikah dengan seorang putri pembesar Majapahit di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari komitmen nikah ini lahirlah seorang putra yang kemudian populer sangat cerdas dan pemberani berjulukan Abdul Qadir yang sehabis menjadi menanntu Sultan Demak I Raden Patah diberi gelar Adipati bin Yunus atau populer lagi sebagai Pati Unus yang kelak sehabis gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.

Kiprah

Setelah Raden Abdul Qadir beranjak cukup umur di awal 1500-an dia diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran dia sendiri). Karena ayahanda dia (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil dia dengan yang lebih gampang Pati Unus.

Dari komitmen nikah ini dia diketahui mempunyai 2 putra. Ke 2 putra dia yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera merubah nasib Kesultanan Demak.

Sehubungan dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia Tenggara meningkat sangat cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis di tahun 1511, maka Kesultanan Demak mempererat kekerabatan dengan kesultanan Banten-Cirebon yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah yaitu putra Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah menyerupai yang disebut dimuka yaitu ibundanya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa. Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah yaitu juga keturunan Syekh Mawlana Akbar.

Hubungan yang semakin erat yaitu ditandai dengan komitmen nikah yang ke02 Pati Unus dengan Ratu Ayu putri Sunan Gunung Jati tahun 1511. Tak hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi armada Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri yang merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Gelar dia yang gres yaitu Senapati Sarjawala dengan kiprah utama merebut kembali tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Gentingnya situasi ini dikisahkan lebih rinci oleh Sejarawan Sunda Saleh Danasasmita di dalam Pajajaran pecahan Sri Baduga Maharaja sub pecahan Pustaka Negara Kretabhumi.

Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini menciptakan kiprah Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan balik Kimball ke tanah Jawa. Kegagalan ini lantaran kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk menciptakan persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah populer dalam pembuatan kapal.

Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, dia berwasiat biar mantu dia Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)-nya yaitu keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.

Expedisi Jihad II

Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun gres menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala fasilitas dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putra dia (yang masih sangat remaja) dari komitmen nikah dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang selir dengan risiko kehilangan segalanya termasuk putus nasab keturunan, tapi sungguh Allah membalas kebaikan orang-orang yang berjuang di jalannya.

Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan menerima pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin pribadi oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga dia akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.

Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.

Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan bahtera untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid lantaran kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang berangasan memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menjadikan korban yang sangat besar di pihak Portugis, lantaran itu hingga kini Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat di tahun 1521 ini . Melalui situs keturunan Portugis di Malaka (kaum Papia Kristang) hanya terdapat kegagahan Portugis dalam mengusir armada tanah jawa (expedisi I) 1513 dan armada Johor dalam banyak pertempuran kecil.

Armada Islam adonan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian tetapkan mundur dibawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando sehabis Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum terperinci siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih besar lengan berkuasa komando sehabis Pati Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) lantaran sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa , Fadhlullah Khan alias Falathehan alias Fatahillah alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang gres menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka.

Kegagalan expedisi jihad yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan oleh faktor – faktor internal, terutama problem harmoni kekerabatan kesultanan – kesultanan Indonesia

Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus, selamat dan bergabung dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang tetapkan hijrah ke tanah Jawa lantaran negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).

Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah sehabis mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan yaitu atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua lantaran putri dia yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.

Keturunan

Dengan selamatnya putra Pati Unus yang kedua yaitu Raden Abdullah, maka sungguh Allah hendak melestarikan keturunan para Syahid, menyerupai yang terjadi pada pembantaian cucu nabi Muhammad, Imam Husain dan keluarganya ternyata keturunan dia justru menjadi berkembang besar dengan selamatnya putra dia Imam Zaynal Abidin. Bukan kebetulan pula bila Pati Unus pun menyerupai yang disebut diatas yaitu keturunan Imam Husayn cucu Nabi Muhammad SAW, lantaran hanya Pahlawan besar yang melahirkan Pahlawan besar.

Ketika armada Islam mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir bila Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak lantaran Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) yaitu keturunan Arab menyerupai keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah yaitu keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis pria terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) yaitu murni keturunan Jawa (Majapahit).

Kebanggaan Orang Jawa sebagai orang Jawa walaupun sudah mendapatkan Islam berbeda dengan perilaku orang Pasundan sehabis mendapatkan Islam berkenan mendapatkan Raja mereka dari keturunan Arab menyerupai Sultan Cirebon Sunan Gunung jati dan putranya Sultan Banten Mawlana Hasanuddin. Kebanggaan orang Jawa sebagai bangsa yang punya identitas sendiri, dengan gugurnya Pati Unus, membuka kembali konflik usang yang terpendam dibawah kewibawaan dan keadilan yang bersinar dari Pati Unus. Kisah ini nyaris menyerupai dengan gugurnya Khalifah umat Islam ketiga di Madinah, Umar bin Khattab yang segera membuka kembali konflik usang antara banyak kelompok yang sudah usang saling bertikai di Mekah dan Madinah.

Sedangkan di tanah Jawa, semenjak Islam merata masuk hingga pelosok dibawah kepeloporan kesultanan Demak pada kesudahannya timbul persaingan antara kaum Muslim Santri di pesisir dengan Muslim Abangan di pedalaman yang berakibat fatal dengan perang saudara berkelanjutan antara Demak, Pajang dan Mataram.

Kiprah Putra Pati Unus di Banten

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, lantaran Kesultanan Demak telah usang mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunan dia selalu menerima pos Penasehat Kesultanan Banten , menyerupai seorang putra dia Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.

Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang juga paman dia sendiri lantaran Ibunda dia yaitu kakak dari Mawlana Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong (sekarang erat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah aturan Kesultanan Banten.

Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, sehabis dia wafat kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu dia para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan menciptakan keraton Pakuan Islam ,sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.

Kiprah Putra Pati Unus di wilayah Galuh (Priangan Timur)

Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga mempunyai anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.

Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam perjuangan meng islam kan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah Ciamis hingga Sukapura (sekarang Tasikmalaya).

Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam perjuangan peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir tanpa pertempuran) hingga mencapai kawasan Sukapura dibantu keturunan tentara Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan Tasikmalaya yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu) lantaran didalam pasukan dia banyak terdapat keturunan Melayu Malaka.

Raden Surya di tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II Pangeran Arya Kemuning atau dipanggil juga Pangeran Kuningan (putra angkat Sunan Gunung Jati, lantaran putra kandung Pangeran Muhammad Arifin telah wafat) sebagai Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan Cirebon semenjak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah Galuh Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada ketika 1585-1595 wilayah Sumedang maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan Sumedang Larang. Inilah zaman keemasan Sumedang yang masih sering di dengungkan oleh keturunan Prabu Geusan Ulun dari dinasti Kusumahdinata.

Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati dari Mataram mengirim expedisi hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang mencakup wilayah Ciamis hingga Sukapura jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Raden Suryadiwangsa cucu Pati Unus segera diangkat Panembahan Senopati sebagai Penasehat dia untuk ekspansi wilayah Priangan dan diberi gelar gres Raden Suryadiningrat.

Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala kawasan Sukapura beribukota di Sukakerta berjulukan Raden Wirawangsa sehabis menikah dengan putri darah biru setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram lantaran berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya yaitu kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah dia pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.

Referensi

* Nasab silsilah Kesultanan Banten, Nasab silsilah Kesultanan Cirebon, Nasab silsilah Kesultanan Demak, Sejarah kota-kota usang Jawa Barat, Negarakerthabumi Parwa I Sargha II, Berita-berita sumber Portugis era 15-16 (Barros, Tome Pirres, Hendrik De Lame).

Sumber: WikiPedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wajib Kamu Baca

Jasa Dukun Pelet Ampuh Sudah Terpercaya dan Handal Di Indonesia

Jasa Pelet dari Dukun Pelet Ampuh Sudah Terbukti Ampuh dan Tentunya Mahar Murah Reaksi Cepat Dukun pelet adalah:Orang yang memiliki kesangg...