sinopsis hikayat legenda putri reno pinang masak asal kota jambi
Pada zaman dahulu, di belakang Dusun Pasir Mayang, ada sebuah kerajaan yang berjulukan Limbungan. Kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu Putri Reno Pinang Masak. Putri ini populer dengan kecantikannya yang menawan hati. Tak mengherankan banyak raja dan putra raja yang menghendaki mempersuntingnya. Namun tak seorang pun raja atau putra raja yang meminang yang diterimanya. Semua pinangan ditolaknya.
Disamping cantik, putrid ini populer pula berbudi luhur, berakal serta bijaksana. Kebijaksanaannya dipuji-puji oleh rakyatnya. Ia adil dan jujur, rakyatnya yang miskin menerima jaminan hidup dalam hal makan dan minum. Yang kaya, diberi luang dan kesempatan untuk menambah dan mengendalikan kekayaannya. Golongan rakyatnya yang kaya ini kelak harus pula menjamin kelangsungan hidup bagi yang miskin. Dengan demikian terdapat suasana yang serasi antara sesame anggota masyarakat negeri Limbungan.
Dalam menjalankan pemerintahannya, sang ratu dibantu oleh tiga orang huluibalang yang baginda percayai. Hulubalang yang pertama berjulukan Datuk Raja penghulu, populer sebagai orang berakal dan bijaksana yang kedua berjulukan Datuk Dengar Kitab, seorang hulubalang yang memiliki keistimewaan sanggup mengetahui kejadian-kejadian yang akan dating melalui sebuah kitab yang dimilikinya. Hulubalang yang ketiga ialah datuk Mangun, bertugas sebagai panglima perang kerajaan.
Kecantikan Putri Reno Pinang terdengar pula hingga ke indera pendengaran raja Jawa. Lama-kelamaan raja negeri Jawa kemudian mengirim utusan untuk melamar sang putri. Ternyata lamaran tersebut ditolak oleh Putri Reno Pinang Masak. Raja Jawa sangat tersinggung lantaran lamarannya ditolak dengan tegas. Timbuillah kemudian tekad raja Jawa untuk bersumpah bagaimanapun akan mengambil Putri Reno Pinang Masak dengan cara kekerasan.
Putri Retno Pinang Masak tidak takut sama sekali akan bahaya raja negeri Jawa yang telah mabuk kepayang itu. Bahkan baginda ratu sangat gemas dan geram. Baginda memandang gelagat raja Jawa tadi sebagai yang akan merusak kedaulatan negertinya. Oleh alasannya itu baginda memanggil ketiga hulubalang serta mengumpulkan rakyat negerinya. Bersama-sama dicarilah bagaimana cara untuk raja jawa yang mengancam akan menyerang negeri Limbungan. Mencari jalan yang sebaik-baiknya melalui pemikiran, musyawarah dan mufakat. Akhirnya didapatkan suatu cara yang telah disepakati bersama dalam negosiasi tersebut. Negeri diberi berparit.
Di samping itu harus dipagar pula dengan bambu berduri. Bambu yang dahan dan rantingnya harus berduri. Maka dicarilah flora tersebut. Setelah sanggup maka segera ditanam berlapis-lapis, sebagai pagar negeri untuk menghalangi supaya tentara Jawa jangan masuk. Pagar inilah nanti sebgagai benteng pertahanan. Negeri Limbungan sudah dilingkupi dengan pagar bamboo berduri. Untuk keluar masuk hanya ada sebuah gerbang. Di pintu masuk, ini telah menunggu Datuk. Mangun beserta anak buahnya.
Raja Jawa beserta tentaranya tiba jalan satu-satunya untuk memasuki Limbungan yakni sebuah gerbang yang dijaga oleh hulubalang Datuk Mangun dan anak buahnya. Ke sanalah raja Jawa mengarahkan serangan. Terjadilah pertempuran yuang sengit. Ternyata tentara Jawa tak kuasa sedikit pun menembus pertahanan Datuk Mangun yang didapingi oleh prajurit-prajurit serta rakyat negeri Limbungan yang tangguh. Tentara Jawa perkasa mundur dengan menderita korban besar.
Melihat tentaranya gagal memasuki Limbungan dan menderita kekalahan besar, raja Jawa memanggil semua hulubalang dan mengumpulkan semua prajuritnya. Maka diadakan negosiasi dicari logika melalui pikiran orang banyak. Maka dapatlah suatu logika tipu muslihat. Dikumpulkan semua uang ringgit logam. Uang logam ini dijadikan peluru yang akan ditembakkan ke setiap rumpun bambu yang berlapis-lapis tadi. Ditembakkan berulang-ulang, sepuas-puas hati tentara Jawa, sehingga uang ringgit logam itu beronggokan di celah pohon bamboo berduri tersebut. Kemudian raja Jawa beserta tentaranya pun pergilah kembali.
Dalam pada itu ada seorang penduduk negeri Limbungan tidak disengaja, bersua dengan onggok-onggokan uang ringgit logam itu sepanjang edaran pagar bamboo negeri. Melihat uang logam itu sangat banyak terniat di hatinya untuk memberitahukan hal tersebut kepada baginda ratu. Lalu diambilnya sebuah untuk diperlihatkan kepada sang ratu di istana.
Dimana engkau sanggup ringgit logam itu, Datuk?” Tanya baginda ratu penuh keheranan.
“Di rumpun-rumpun bamboo benteng pertahanan kita. Tuanku!” jawab pembawa ringgit logam itu agak tergagap. “Bertimbun banyaknya.”
“Baiklah!” kata sang ratu pula. “Aku yakin Datuk tidak berbohong. Mari kita lihat!”
Benar saja! Ratu menemukan uang ringgit logam bertumpukan di sela-sela rumpun bamboo. Maka sesudah dirundingkan dengan semua orang diputuskan untuk mengambil semua uang logam tersebut. Untuk memudahkan pengambilannya, pohon-pohon bamboo itu pun ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke istana. Pada dikala itu pula ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke Istana. Pada dikala itu pula raja Jawa bersama tentaranya tiba menyerbu dengan tiba-tiba. Karena benteng pertahanan tak ada lagi pasukan negeri Jawa dengan gampang masuk negeri Limbungan. Tentara beserta rakyat Limbungan tidak sanggup menahan serangan yang mendadak itu.
Putri Retno Pinang Masak sadar akan kesalahannya. Ia sangat menyesal akan kealpaannya. Dengan rasa masygul belakang layar pergilah baginda seorang diri meninggalkan negeri yang dicintainya.
Ternyata kemudian tahu jugalah rakyat bahwa ratunya sudah tidak ada lagi di istana. Negeri Limbungan menjadi gempar. Berusahalah rakyat mencari kemana mana. Ada yang mencari ke hulu, ada yang ke hilir, ada pula yang mencari ke darat dank e baruh (pinggir sungai). Bahkan ada yang mencari hingga ke tepi laut. Namun ratu mereka tak kunjung bersua.
Akan halnya ketiga hulubalangnya, Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, serta Datuk Mangun bermufakat ketika itu untuk gotong royong mencari ratu Putri Reno Pinang Masak. Mereka masuk hutan keluar hutan. Bila bertemu dengan seseorang mereka tak jemu bertanya. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Maka mereka lanjutkan pula perjalanan. Lurah diturun, bukit di daki. Semak-semak disinggahi kalau-kalau ada putrid Reno Pianang Masak, atau mayatnya. Ketiga hulubalang itu bertekad berpantang berbalik, pulang sebelum yang di cari bersua hidup atau mati. Kalau perlu nyawa mereka sebagai taruhannya.
Sementara itu seorang petani desa Tenaku sedang berada di rumahnya. Ia gres saja selesai bekerja menyiangi rumput hari gres tengah hari, petani itu akan beristirahat ke pondoknya. Menjelang ia hingga ke pondoknya ia sangat terkejut, di mukanya di udara yang cerah dilihatnya melayang-layang sepotong upih pinang. Kemudian upih tersebut jatuh tak berada jauh dari tempatnya berdiri. Ia sangat heran mengapa ada upih pinang di humanya. Kalau itu upih pinang yang ada di desanya, taklah mungkin sejauh itu, diterbangkan angina. Dalam keheranan, petani itu bergegas menuju ke daerah upih jatuh tadi. Sesampai di sana ia sangat terkejut. Dilihatnya sesosok badan perempuan bagus tergeletak memucat yang dilihatnya itu tak dikenalnya. Ia cukup hapal semua penduduk desanya. Apalagi orang yang sudah cukup umur ibarat yang dilihatnya. Di baliknya sebentar. Memang wajah yang tak dikenalnya sama sekali. Maka diputuskannyalah untuk memberitahukan penduduk desanya.
Ternyata semua penduduk desa Tenaku sama dengan petani tersebut tak juga mengenal siapa gerangan orang yang meninggal secar ajaib itu. Semua yang hadir menjadi gempar. Mereka saling berpandangan dan bertanya satu sama lain. Di dikala demikian maka dipanggil seorang dukun.
Dukun telah datang. Ia segera membakart kemenyan. Setelah itu dibacanya jampi-jampi ramalan. Dalam waktu yang singkat dapatlah diketahuinya siapa gerangan mayat yang berbaring di huma itu.
“Jenazah yang kita temui ini “Katanya mengabarkan kepada orang banyak yang mengelilinginya. “Jenazah yang melayang jatuh dari udara bagaikan upih pinang ini yakni mayit Tuan Putri Reno Pinang Masak raja negeri Limbungan!”
Mendengar ramalan dukun tersebut semua orang yang hadir sangat terkejut. Suara bergumam berdengung bagai bunyi lebah terbang. Wajah-wajah yang keheranan segera berkembang menjadi suram dan sedih. Terbayang kepada orang banyak itu betapa sengsaranya tuan baginda ratu negeri pada saat-saat terakhir hidupnya.
Pada dikala itu juga diambil keputusan untuk memakamkan sang putrid di huma di desa Tenaku itu. Sang ratu dimakamkan secara sederhana tanpa disaksikan rakyatnya. Rasa tanggung jawabnya yang besar terhadap rakyat dan negerinya sudah berakhir. Sampai kini makam di desa Tenaku tersebut dinamakan “Makam Upih Jatuh”.
Lama-kelamaan ketiga hulubalang yakni Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, dan Datuk Mangun hingga pula ke daerah Putri Reno Pinang Masak dimakamkan. Setelah mereka ketahui bahwa itu yakni makam baginda ratu Puteri Reno Pinang Masak, tiba-tiba saja mereka jatuh pingsan dan terus meninggal. Ketiga hulubalang itu dimakamkan pula di sana di samping makam Puteri Reno Pinang Masak. Sampai kini makam keempat orang tersebut masiha dan dikeramatkan orang pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar